TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Polisi Filipina, Ronald dela Rosa, menyesalkan terbunuhnya balita tiga tahun bernama Myka Ulpina dalam operasi perang melawan narkoba yang dilakukan Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Dalam kampanye anti-narkoba ini, polisi boleh melakukan tembak ditempat kepada terduga pelaku pengedar narkoba.
Rosa yang saat ini menjabat sebagai anggota senat Filipina mengatakan operasi perang melawan narkoba ini sebagian besar terjadi di area miskin Filipina dan mereka adalah pengedar kelas bawah (penjaja).
Myka terbunuh pada Minggu, 30 Juni 2019, di sebuah provinisi dekat ibu kota Manila. Rosa menyesalkan hal ini terjadi.
Baca juga:Polisi Sebut Tindakan Kriminalitas Remaja Dipicu Narkoba
Seorang pria ditangkap polisi saat melakukan razia jalanan di Manila, Filipina, 16 Juli 2016. Presiden Rodrigo Duterte, mendapat julukan "penghukum" karena bertindak tegas terhadap kejahatan dan narkoba. Dondi Tawatao/Getty Images
Baca juga:Ojek Online Kurir Narkoba Masuk Jaringan Modus Tempel
Dikutip dari reuters.com, Sabtu, 6 Juli 2019, Kepolisian Filipina mengatakan Myka digunakan sebagai tameng oleh ayahnya, yang merupakan terduga pengedar narkoba yang menolak untuk ditahan dan melawan dengan melepaskan tembakan. Ibu Myka menyangkal keterangan kepolisian itu.
"Kita hidup di dunia yang tidak sempurna. Maukah seorang aparat kepolisian menembak seorang anak kecil? Tidak akan pernah mau, karena mereka juga punya anak. Namun nyatanya hal ini terjadi selama operasi," kata Rosa.
Kematian Myka telah mendorong lebih dari 20 negara menyerukan kepada PBB agar dilakukan investigasi terhadap kampanye perang melawan narkoba yang diusung Presiden Duterte. Para aktivis menyebut korban tewas tanpa proses hukum hampir 27 orang dalam kampanye ini.
Para aktivis menyebut kematian Myka, 3 tahun, adalah bentuk kegagalan kampanye ini. Saat ini meluas tuduhan kepolisian telah menutup-nutupi kasus dan operasi melawan narkoba dilakukan sewenang-wenang. Namun tuduhan itu dibantah oleh polisi anti-narkoba Filipina.