TEMPO.CO, Jakarta - Sumber Amerika Serikat mengatakan serangan drone terhadap fasilitas pipa minyak Arab Saudi pada bulan Mei bukan dari Yaman tetapi berasal dari Irak.
Hal ini diungkapkan para pejabat AS yang kemudian menarik pertanyaan dari para pejabat Irak yang telah meminta Washington untuk informasi lebih lanjut yang mendukung klaim tersebut, menurut laporan Wall Street Journal, dikutip dari Reuters, 29 Juni 2019.
Pejabat AS yang akrab dengan intelijen mengenai serangan pesawat tak berawak Mei mengatakan serangan berasal dari Irak selatan. Pejabat mengatakan bahwa sumber kemungkinan besar menunjuk ke arah milisi yang didukung Iran di wilayah itu.
Baca juga: Amerika Serikat Akan Sanksi Negara yang Beli Minyak Iran
Houthi yang didukung Iran, yang telah berjuang melawan koalisi militer yang dipimpin Saudi selama empat tahun, mengatakan mereka melakukan serangan drone terhadap pipa Timur-Barat Arab Saudi.
Serangan drone terjadi dua hari setelah empat kapal, termasuk dua kapal tanker minyak Saudi, rusak oleh sabotase di lepas pantai Uni Emirat Arab.
Kepulan asap hitam membumbung tinggi dari sebuah kapal tanker terbakar di perairan Teluk Oman, 13 Juni 2019. Ledakan, di kapal tanker tersebut memaksa kru untuk meninggalkan kapal dan membuat kapal terapung di perairan antara negara-negara Teluk Arab dan Iran. ISNA/Handout via REUTERS
Serangan itu terjadi ketika ketegangan AS-Iran meruncing, setelah pemerintahan Trump bulan lalu mencoba mengurangi ekspor minyak Teheran menjadi nol persen, dan meningkatkan kehadiran militernya di Teluk untuk menangkal ancaman Iran.
Departemen Luar Negeri menolak mengomentari laporan Wall Street Journal.
Pada konferensi pers mingguan pada hari Selasa, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi membantah serangan itu datang dari wilayah Irak.
Baca juga: Sanksi Trump Pangkas Minyak Dunia Lebih Besar Daripada OPEC
"Semua dinas intelijen kami dan angkatan udara kami membantah laporan ini karena ruang udara diketahui," kata Mahdi. "Sejauh yang kami ketahui, kami tidak memiliki bukti dan kami tidak memiliki bukti dalam hal ini."
PM Irak juga mengatakan tidak ada intelijen Irak atau dinas militer yang memantau ruang udaranya mendeteksi setiap peluncuran drone.