TEMPO.CO, Manama – Konferensi internasional “Perdamaian untuk Kesejahteraan” atau "Peace to Prosperity" berlangsung di Kota Manama, Bahrain, selama dua hari dan dimulai pada Selasa malam, 25 Juni 2019.
Baca juga: PM Netanyahu Sebut Ekonomi Syarat Perdamaian dengan Palestina
Konferensi ini merupakan gagasan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mengakhiri konflik di Timur Tengah antara Palestina dan Israel.
Berikut ini beberapa poin mengenai konferensi, yang akhirnya diboikot pihak Palestina karena tidak adanya pembahasan solusi politik:
- Manama
Kota ini menjadi tuan rumah dan berbatasan langsung dengan Teluk Persia. Menurut Profesor Joshua Teitelbaum dari Bar-Ilan University untuk Studi Timur Tengah, pemilihan lokasi ini terkait dengan Arab Saudi.
“Amerika ingin konferensi ini digelar di kawasan Teluk. Ini karena kawasan ini merupakan sumber dana,” kata dia seperti dilansir media Jpost.
Baca juga: PM Palestina Shtayyeh Kritik Konferensi Gagasan Trump
Saudi merupakan tetangga dan pendukung kuat pemerintahan di Bahrain. Saudi, yang merupakan eksportir minyak mentah terbesar kedua setelah AS, mengirim pasukan ke Bahrain pada 2011 untuk mendukung pemerintahan Arab saat bergolaknya Arab Spring.
- Dana Rp700 Triliun
Konferensi ini menekankan aspek solusi ekonomi untuk pembangunan Palestina dan sejumlah negara Arab di sekitarnya. Kawasan yang mendapat sorotan untuk memperoleh investasi dan pembangunan infrastruktur adalah Tepi Barat, Jalur Gaza, Mesir, Yordania, dan Lebanon.
Baca juga: Israel Siap Hadiri Konferensi Ekonomi Palestina di Bahrain
Dengan asumsi konflik di Timur Tengah adalah bagian dari masa lalu, sejumlah tokoh ekonomi seperti eksekutif perusahaan, miliarder, dan investor serta diplomat diundang hadir oleh Gedung Putih.
“Orang yang lebih memiliki harapan ke depan, melihat kesempatan untuk dirinya dan keluarganya, akan menaruh energi mengejar kesempatan ini dibanding menyalahkan orang lain atas masalah yang dialaminya,” kata Jared Kushner, menantu Trump.
- Palestina dan Israel
Otoritas Palestina memboikot acara ini. AS juga tidak mengundang secara resmi perwakilan pemerintah Israel. Ini karena Israel akan menggelar pemilu ulang beberapa bulan lagi setelah PM Netanyahu gagal membentuk kabinet pasca memenangkan pemilu 2019.
Baca juga: Palestina Menolak Konferensi Inisiatif Amerika di Bahrain
Sejumlah kalangan swasta Palestina juga enggan menghadiri acara ini seperti pengusaha properti, manufaktur, dan teknologi.
PM Palestina, Mohammad Shtayyeh, meminta adanya solusi politik atas konflik kedua pihak. New York Times melansir pembahasan ekonomi sebelum menyelesaikan isu politik dianggap sebagai penghinaan. Ini karena konferensi ekonomi ini menimbulkan penafsiran bahwa aspirasi Palestina untuk memiliki negara sendiri bisa dibeli dengan paket ekonomi.
Baca juga: Warga Palestina di Yerusalem Tolak Makanan Ramadan dari UEA
Sedangkan PM Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan paket ekonomi justru penting sebagai syarat koeksistensi dan perdamaian dengan Palestina.