TEMPO.CO, New York – Pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB, Agnes Callamard, melaporkan adanya dugaan kuat pembunuhan kolumnis Washington Post, Jamal Khashoggi, sebagai perbuatan negara.
Baca juga: PBB Diminta Bentuk Tim Investigasi Kriminal Kasus Khashoggi
Pembunuhan yang terjadi di Kota Istanbul, Turki, pada 2 Oktober 2018 itu menyita perhatian dunia internasional karena diduga kuat melibatkan pejabat intelijen Arab Saudi hingga Putra Mahkota, Mohammed Bin Salman.
Delapan bulan berlalu pasca pembunuhan kejam itu namun proses pengungkapan kasus ini masih belum memuaskan. Beberapa tokoh kunci belum pernah diperiksa atau belum menjadi terdakwa.
Berikut ini beberapa poin mengenai kasus Jamal Khashoggi, yang dikenal kerap bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah Arab Saudi lewat tulisan-tulisannya, seperti dilansir Aljazeera:
- Kolumnis
Jamal Khashoggi, 59 tahun, terbunuh dan tubuhnya dimutilasi di kantor Konsulat Jenderal Arab Saudi di Istanbul, Turki, saat dia tiba untuk mengurus dokumen terkait rencana pernikahannya.
Tim pembunuh dari Saudi, yang berjumlah 15 orang, telah menunggu. Mereka menjerat leher Khashoggi dan memutilasi tubuh korban untuk menghilangkan bukti.
Tubuh korban tidak pernah ditemukan. Ada dugaan pelaku telah menghancurkan tubuh korban menggunakan zat asam. Dugaan lain, tim pembunuh telah membawa tubuh korban dengan dimasukkan ke dalam koper dan dibawa dari Istanbul menggunakan pesawat jet sewa pada malam hari seusai pembunuhan.
Baca juga: Rekaman Percakapan Detik-detik Pembunuhan Jamal Khashoggi
Pemerintah Saudi awalnya mengatakan Khashoggi telah meninggalkan kantor konsulat lewat pintu belakang setelah masuk dari pintu depan. Namun, upaya menutup-nutupi ini akhirnya terbongkar. Orang yang mirip Khashoggi dan keluar dari pintu belakang kedubes merupakan peniru, yang berpakaian mirip korban, dan merupakan bagian dari tim pembunuh. Ada 18 orang warga negara Saudi yang ditangkap dalam kasus ini termasuk sejumlah perwira militer intelijen.
Pemerintah Arab Saudi menyalahkan terjadinya kasus ini kepada agen intelijen yang bertindak ceroboh dan brutal dalam menjalankan tugasnya yaitu mengajak Khashoggi agar mau pulang ke Saudi.
Dalam laporannya ke Kongres AS, CIA menyebutkan adanya indikasi keterlibatan Putra Mahkota Arab Saudi dalam kasus ini.
- Blokir Penjualan Senjata
Kasus pembunuhan kolumnis Washington Post ini menimbulkan kehebohan global. Banyak pihak mendesak agar negara-negara Barat yang menjual senjata militer ke Saudi menunda hingga membatalkan rencana itu.
Sebuah laporan internasional menyebut Saudi merupakan importir senjata terbesar dunia pada 2014 – 2018 dengan porsi sekitar 12 persen. Saudi menggunakan berbagai senjata canggih ini untuk Perang di Yaman, dan banyak menimbulkan korban jiwa akibat salah tembak rudal. Sebagian rudal justru menghancurkan pasar dan rumah sakit sehingga korban jiwa sipil berjatuhan.
Baca juga: Kasus Jamal Khashoggi Terbongkar, Arab Saudi Rombak Intelijen
Sejumlah negara memutuskan menghentikan ekspor senjata ke Saudi seperti Norwegia, Swedia, Austria, Yunani, dan Wallonia di Belgia.
Jerman menunda penjualan senjata ke Saudi dan memperpanjang jeda ini pada April selama enam bulan. Denmark, Finlandia, Belanda juga menunda penjualan senjata termasuk kemungkinan penjualan di masa depan. Austria mendesak Uni Eropa mengembargo massal penjualan senjata ke Saudi.
Namun, sejumlah negara seperti Prancis, Spanyol, Italy dan Kanada tidak menghentikan ekspor senjata ke Saudi.
- Menolak Ekstradisi
Pemerintah Arab Saudi menolak ekstradisi para pembunuh Jamal Khashoggi ke Istanbul, Turki, yang menjadi lokasi tindak kejahatan dilakukan. Pada Januari 2018, pemerintah Saudi mengumumkan ada 11 orang terdakwa yang menjalani persidangan dan sejumlah orang lainnya sebagai tersangka.
Baca juga: Tiga Dugaan Kesalahan Jamal Khashoggi di Mata Arab Saudi
Namun, salah satu tokoh dalam kasus ini yaitu tangan kanan Putra Mahkota yaitu Saudi Al Qahtani justru belum menjadi tersangka atau terdakwa. Hingga kini Qahtani diduga masih bekerja di bawah MBS, sapaan putra mahkota.
- Mengejar Pengritik
Dewan HAM PBB dan sejumlah lembaga advokasi internasional menyebut pembunuhan Khashoggi merupakan bagian dari masalah yang lebih besar di Saudi yaitu merebaknya penindakan terhadap kelompok kritis terhadap pemerintah.
Setahun sebelum pembunuhan Khashoggi, MBS disebut mengatakan akan menggunakan peluru jika korban tidak mau pulang ke AS. Ini karena Khashoggi melarikan diri ke AS dan terus menulis kritik untuk kolom di Washington Post. MBS disebut melabeli Khashoggi sebagai aktivis Islam berbahaya saat menelpon menantu Presiden AS, Donald Trump, yaitu Jared Kushner dan penasehat keamanan nasional John Bolton.
- Pemerintah Saudi Terlibat
Laporan dari pelapor khusus PBB yaitu Agnes Callamard menyatakan ada bukti kredibel yang menghubungkan pembunuhan Khashoggi dengan MBS dan ini harus diungkap lewat investigasi kriminal.
Callamard menyebut pembunuhan Khasoggi sebagai pembunuhan ekstra-judisial atau extra-judicial killing yang menunjukkan negara Arab Saudi harus bertanggung jawab.
Dia juga meyakini investigasi kasus Khashoggi ini oleh otoritas di Saudi tidak dilakukan dengan niat bagi dan malah terindikasi kuat sebagai upaya menghalang-halangi penegakan hukum.