TEMPO.CO, Jakarta - Lebih dari seribu demonstran melakukan aksi turun ke jalan menuju kantor-kantor konsulat asing yang ada di Hong Kong. Para demonstran itu, mendesak pemimpin negara yang hadir dalam pertemuan G20 agar mendukung dihapuskannya undang-undang ekstradisi.
Mereka yang turun ke jalan membawa kertas bertuliskan "tolong bebaskan Hong Kong" yang ditulis dalam berbagai bahasa. Mereka bergerak menuju kantor-kantor konsulat negara anggota G20 di Hong Kong.
Jutaan masyarakat Hong Kong memprotes undang-undang ekstradisi yang mengizinkan individu, termasuk warga negara asing menjalani proses peradilan di Cina. Negara Tirai Bambu dikendalikan oleh Partai Komunis.
"Selama pemerintah tidak menarik undang-undang tersebut, dan mereka menolak merespon, maka kami akan tetap melawan. Kami ingin membuat sedikit kebisingan saat pertemuan G20, agar negara lain mendiskusikan isu Hong Kong ini," ujar Aslee Tam, 19 tahun, mahasiswa yang ikut berdemonstrasi.
Baca juga:Inggris Desak Hong Kong Bentuk Tim Investigasi Independen
Baca juga:RUU Ekstradisi Hong Kong Terancam Gagal Disahkan
Hong Kong dikembalikan Inggris ke Cina pada 1997. Sejak itu, mereka diatur di bawah prinsip "satu negara, dua sistem" yang memberikan Hong Kong kebebasan yang tidak ada di Cina, seperti kebebasan mengutarakan pendapat dan pengadilan independen. Namun banyak pihak menuduh Cina telah meningkatkan intervensi dari tahun ke tahun, menghambat perubahan demokratis dan mengendalikan pemilu.
Di kantor konsulat Amerika Serikat di Hong Kong, para demonstran menyerukan petisi yang meminta Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendukung tuntutan mereka dalam pertemuan G20. Mereka juga meminta Trump menyampaikan pada Presiden Cina Xi Jinping di KTT G20 agar membatalkan RUU ekstradisi itu serta memulai penyelidikan independen atas tindakan keras terhadap para demonstran oleh polisi Hong Kong.
Namun Asisten Menteri Luar Negeri Cina Zhang Jun mengatakan Cina tidak akan mengizinkan diskusi mengenai Hong Kong dalam pertemuan G20 di Osaka, Jepang.
RISANDA ADHI PRATAMA | REUTERS