TEMPO.CO, Kuala Lumpur – Perdana Menteri Mahathir Mohamad mengritik komunitas internasional terkait persepsi negatif mengenai industri minyak kelapa sawit.
Baca juga: Indonesia, Malaysia dan Kolombia Melawan Larangan Sawit Uni Eropa
Mahathir mengklaim pembukaan kebun kelapa sawit tidak berdampak pada ekosistem di negaranya. Menurut dia, minyak sawit merupakan minyak sayuran layak konsumsi yang paling murah.
Untuk alasan itu, minyak sawit mampu berkompetisi dengan minyak lain dan bakal menang. Sehingga mereka (Barat) memunculkan ide bahwa kami memebang pohon untuk menanam kelapa sawit dan menelantarkan hewan dari habitat aslinya,” kata Mahathir dalam pidato di Cambridge University seperti dilansir Channel News Asia pada 17 Juni 2019.
Baca juga: RI dan Malaysia Layangkan Protes Soal Sawit ke Uni Eropa April
Menurut Mahathir, kelapa sawit merupakan tumbuhan yang mudah dikembangkan dan ditanam. Setelah ditanam, kelapa sawit bisa menghasilkan hingga 25 tahun. Tidak seperti tanaman yang menghasilkan minyak lainnya seperti kedela dan rapa, yang tanamannya berumur singkat.
Mahathir mempertanyakan asumsi di kalangan pemerintah Eropa bahwa industri kelapa sawit membahayakan lindungan hidup di Malaysia.
Baca juga: Uni Eropa Tunda Larangan Sawit, Kemendag: Jangan Ada ...
“Anda bicara mengenai lingkungan hidup, menebang pohon, tapi lihat Inggris sebagai contoh, di mana hutan Sherwood? Apakah masih ada? Apakah Robin Hood masih beroperasi di sana,” kata Mahathir yang sedang dalam kunjungan tiga hari di Inggris.
Mahathir juga menyebut mayoritas hutan di Eropa telah ditebang. “Sehingga tidak ada lagi hewan liar di Eropa,” kata dia. “Di Malaysia, kami masih punya macan. Jika Anda ingin pergi ke hutan, kami bisa mengantar Anda ke sana.”
Pemerintah Malaysia sebenarnya telah mematok luas area penanaman kelapa sawit maksimal 6.5 juta hektar. Ini membuat Malaysia tidak memiliki lagi kebun sawit baru dari hasil penebangan hutan dan penanaman rawa.
Baca juga: Larangan Sawit, Pemerintah Indonesia Bakal Terbang ke Eropa
Menurut Mahathir, Uni Eropa beresiko menimbulkan perang dagang dengan Malaysia dengan membuat kebijakan tidak adil untuk mengurangi penggunaan minyak sawit.
Komentar ini muncul setelah Komisi Eropa menyimpulkan penanaman kebun sawit menimbulkan penebangan hutan berlebihan. Eropa juga berpendapat penggunaan minyak sawit untuk transportasi harus dikurangi pada 2030.
Shutterstock.
Media Forbes melansir Komisi Eropa membuat kebijakan bahwa minyak sawit terutama yang berasal dari Indonesia dan Malaysia menghasilkan perusakan hutan berlebihan.
Keputusan ini keluar pada Maret 2019 setelah sempat tertunda selama beberapa tahun.
Mahathir menuding kebijakan UE yang memusuhi minyak sawit merupakan upaya untuk melindungi industri minyak alternatif yaitu minyak rapa.
Menurut dia, lahan di Malaysia cocok untuk bertanam kelapa sawit.
“Kami harus menghasilkan uang dari sumber daya yang kami punya. Lahan kami subur untuk ditanami minyak kelapa sawit. Maka kami memproduksi minyak sawit,” kata Mahathir.