TEMPO.CO, Jakarta - Dua pejabat tinggi Uni Emirat Arab dijebloskan ke penjara atas keterlibatan mereka dalam mega skandal 1 Malaysia Development Berhad atau 1MDB.
Mengutip laporan The Straits Times dan The Star, kedua pejabat tinggi itu adalah Khadem al Qubaisi, kepala International Petroleum Investment Co atau IPIC di Abu Dhabi dan Mohammed Badawy al Husseiny, warga Amerika Serikat yang memimpin anak perusahaan IPIC.
Baca juga: Skandal 1MDB di Malaysia Bakal Difilmkan
Pengadilan Uni Emirat Arab menghukum Al Qubaisi dihukum 15 tahun penjara dan Al Husseiny dihukum selama 10 tahun penjara.
Pengadilan dalam pernyataan memang tidak menyebut nama kedua terpidana, namun orang-orang yang memperkarakan kasus ini menjelaskan kepada The Wall Street Journal bahwa kedua terpidana itu adalah al Qubaisi dan al Husseiny.
Kedua terpidana juga diwajibkan membayar US$ 336 juta sesuai perintah pengadilan.
Menanggapi putusan pengadilan, pengacara kedua terpidana menolak memberikan penjelasan.
Baca juga: Skandal 1MDB, Perhiasan Berlian Senilai Rp 24 M Diserahkan ke AS
Al Qubaisi didakwa mengeksploitasi jabatannya dan secara tidak sah menguasai 149 juta euro setelah menjual saham yang dia miliki untuk perusahaan yang dipimpinnya, tanpa memberitahu kepemilikan atas saham itu, sebesar 210 juta euro.
Al Husseiny didakwa mengeksploitasi posisi dan memfasilitasi perampasan uang perusahaan oleh al Qubaisi.
Menurut al Qubaisi, dia telah diperlakukan secara tidak adil dan dijadikan kambing hitam oleh Abu Dhabi setelah miliaran dollar lenyap dari dana pemerintah.
Al Qubaisi yang sempat ditahan di penjara Al Wathba dilaporkan berencana untuk meninggal di penjara atau keluar.
Baca juga: Jaksa Malaysia Gugat Harta Najib Razak Soal Skandal 1MDB
Kementerian Kehakiman Amerika Serikat mengatakan, al Qubaisi menggunakan US$ 479 juta dari dana yang diduga dicuri di akun di Luxembourg untuk digunakan antara lain membeli ril estate di Amerika Serikat. Aset-aset yang dibeli dari dana mega skandal 1MDB jadi target Kementerian Kehakiman AS.
1MDB merupakan program yang didirikan mantan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak dengan maksud menarik minat investasi asing. Nilainya berakumulasi menjadi miliaran dollar utang setelah tahun 2009.
Situasi ini menimbulkan investigasi atas dugaan korupsi dan pencucian uang.
Sedangkan IPIC dan Aabar Investments di pengadilan tahun lalu menuding Goldman Sachs Group Inc menyuap mantan pejabat pendanaan. Sebagai balasan, setuju untuk memanipulasi dan menyesatkan IPIC dan Aabar untuk menyalahgunakan nama, jaringan, dan infrastruktur perusahaan untuk skema kriminal dan keuntungan pribadi terkait mega skandal 1MDB.