TEMPO.CO, Jakarta - Seluruh menteri dan wakil menteri Muslim di Sri Lanka mundur dari jabatan mereka setelah menuding pemerintah gagal memberi jaminan keamanan kepada warga Muslim minoritas di negara itu setelah aksi teror bom bunuh diri yang menewaskan lebih dari 250 orang dan lebih dari 500 orang terluka pada Minggu Paskah, 21 April 2019.
Baca juga: Sri Lanka Usir 200 Ulama Islam, Rombak Kebijakan Visa
ISIS mengklaim teror bom bunuh diri di 3 gereja Katolik dan 3 hotel di Sri Lanka dilakukan oleh milisinya.
Keputusan mundur itu dilakukan setelah sejumlah biksu Budha garis keras termasuk biksu yang dituding penghasut, Galagoda Aththe Gnanasra Thero memberi batas waktu kepada pemerintah untuk memecat gubernur dan menteri Muslim.
Baca juga: Sri Lanka Temukan Tempat Diduga Kamp Pelatihan Militan Radikal
"Jika portofolio kementerian kami menghalangi, kami bersedia menyerahkannya demi keselamatan komunitas kami," kata Rauf Hakeem, pemimpin partai politik Muslim Sri Lanka, Kongres Muslim Sri Lanka kepada wartawan tentang kepastian seluruh menteri dan wakil menteri Muslim mundur dari pemerintahan, seperti dikutip dari Al Jazeera, 4 Juni 2019.
Mengutip Colomho Gazette, 3 Juni 2019, Hakeem menjelaskan, pengunduran diri ini lebih dahulu didiskusikan di parlemen. Mereka yang mengundurkan diri terdiri dari 9 menteri, beberapa wakil menteri yang duduk di kabinet pemerintahan presiden Maithiripala Sirisena, serta 2 gubernur yang dituding terlibat dalam teror Minggu Paskah.
Baca juga: 140 Tersangka Jaringan ISIS Beroperasi di Sri Lanka
Menurut Hakeem, setelah pengunduran diri, seluruh mantan menteri itu akan membantu partai di parlemen untuk mendukung kerja pemerintah. Namun begitu, pemerintah diberi batas waktu satu bulan untuk menyelesaikan investigasi mereka tentang aksi kekerasan yang terjadi pada Minggu Paskah. Bersamaan itu, pemerintah dituntut untuk melindungi warga Muslim.