TEMPO.CO, Jakarta - Low Taek Jho atau Jho Low, pengusaha papan atas asal Malaysia, berkeras rumah keluarganya di Penang dibeli lewat cara sepatutnya. Jho Low sampai sekarang masih berstatus buron atas dugaan keterlibatannya dalam skandal korupsi yang menyeret mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Dalam sebuah surat terbuka, Jho Low mengatakan ibunya yang bernama Goh Gaik Ewe menikmati kesuksesan dari investasi yang ditanamnya sehingga membuatnya bisa membeli bungalow di Tanjung Bungah, Penang.
“Kedua orang tua saya bekerja tanpa kenal lelah selama puluhan tahun untuk memberikan anak-anak mereka keamanan dan kenyamanan. Tak perlu dipertanyakan lagi pembelian bungalow itu karena gedung itu dibeli oleh keluarga saya lebih dari 10 tahun silam, bahkan sebelum 1 MDB berdiri,” tulis Low dalam suratnya seperti dikutip dari asiaone.com, Jumat, 31 Mei 2019.
Baca juga: Jho Low Disebut Dalam Skandal Hiburan Korea Selatan
Low Taek Jho. Sumber: The Star/Asia News Network/asiaone.com
Baca juga: Mahathir Mohamad: Kami Sangat Ingin Menangkap Jho Low
Surat terbuka itu diyakini sebagai surat pertama yang ditanda-tangani oleh Jho Low. Surat itu diberikan Jho Low melalui kantor pusat pengacaranya di North Sydney, Australia. Dalam surat itu juga dilampirkan sertifikat penghunian bungalow yang tertanggal 13 Juli 2000.
Menurut Jho Low, pemerintah Malaysia berkuasa saat ini seharusnya bisa mengabaikan penyitaan properti yang dilandasi muatan politik. Jho Low merasa rezim berkuasa selalu ingin mencetak kemenangan politik dengan cara membidiknya melalui cara apapun, termasuk kampanye di media sehingga membentuk citra dia dan keluarganya sebagai buronan bersalah. Hal ini tak lain ditujukan untuk menekan Jho Low dan keluarganya.
Dilaporkan pula, Kepolisian Malaysia sedang menginvestigasi ayah Jho Low yang bernama Larry Low Hock Peng dan dua orang lainnya.
Sebelumnya pada Maret 2019, Badan Anti-pencucian Uang Bukit Aman dan Badan Pendanaan Anti-terorisme menerbitkan peringatan penyitaan pada bungalow milik keluarga Jho Low senilai RM 25 juta atau sekitar Rp 85,6 miliar. Peringatan itu mengacu pada undang-undang anti-pencucian uang dan pendanaan anti-terorisme 2001 yang disahkan oleh dewan Jaksa Agung Malaysia.