TEMPO.CO, Jakarta - Dalam kurun waktu 2 bulan terakhir, distrik Ratodero di Pakistan dikejutkan dengan temuan 681 penduduknya menderita HIV, dan sebagian besar di antaranya anak-anak termasuk balita.
Temuan penderita HIV dalam jumlah besar di distrik Ratodero yang berpenduduk 330 ribu jiwa di provinsi Sindh mengejutkan pemerintah Pakistan. Sementara peringatan bahaya HIV sudah disuarakan beberapa dokter dan paramedis sejak tahun 2017.
Baca juga: Laki-laki Ini Dinyatakan Bebas Virus HIV
"Kami telah berteriak dari atas atap berusaha mengingatkan otoritas bahwa tidak ada yang dilakukan hingga sekarang," kata Naseem Salahuddin, kepala departemen penyakit infeksi di Rumah Sakit Indus di Karachi, Pakistan selatan seperti dikutip dari CNN, 30 Mei 2019.
Kekhawatiran HIV merebak pada April lalu di Ratodero, dokter Imran Arbani yang memiliki klinik kesehatan di Ratodero memberi peringatan kepada media lokal.
Sejak itu, lebih dari 14 ribu orang telah menjalani pemeriksaan, menurut keterangan kepala kesehatan setempat, Masood Solangi.
"Rumah sakit penuh sesak," kata Zafar Mirza, pembantu khusus Perdana Menteri Pakistan bidang kesehatan kepada wartawan, Minggu lalu.
Dari kasus HIV yang merebak di Ratodero, ada temuan ganjil. Pertama, penderita HIV ditemukan terbanyak pada anak-anak berusia 2 hingga 12 tahun. Jumlahnya sebanyak 537 anak berdasarkan temuan otoritas Pakistan.
Keganjilan berikutnya dari segi demografi di provinsi Sindh telah mendorong investigasi terhadap penyebab merebaknya HIV di distrik ini. Sebagaimana diketahui, HIV dapat ditluarkan lewat transfusi darah dan darah yang tidak melalui pengecekan, hubungan seks tanpa pelindung, dan injeksi obat dengan jarum suntik.
Baca juga: Afrika Selatan Akan Rawat Semua Bayi Positif HIV
Penyebab HIV merebak dengan cepat di Ratodero diduga kuat akibat pemakaian jarum suntik bekas. Itu sebabnya anak-anak terbanyak terkena HIV.
Di Pakistan, menurut Salahuddin, ada budaya yang diyakini bahwa penggunaan jarum suntik untuk pengobatan lebih ampuh daripada meminum pil.
Namun celakanya, jarum suntik yang sudah dipakai kemudian dipergunakan lagi untuk mengobati pasien lainnya.
Hasil penelitian tahun 2005 menemukan penggunaan jarum suntik sudah terlalu sering digunakan di provinsi Sindh.
Di beberapa klinik kesehatan, seorang dokter memiliki 200 pasien. Di waktu yang sama, mereka sering menggunakan kembali jarum suntik yang bekas pakai untuk pasien lainnya.
Fakta ini sejalan dengan temuan Maria Elena G Fillo Borromeo dari Badan AIDS Dunia yang setuju bahwa praktek menggunakan jarum suntik bekas pakai dan transfusi darah yang tidak aman telah merajalela di distrik itu.
Sejauh ini, Badan Kesehatan Dunia atau WHO dan tim dari Pusat Pengawasan Penyakit telah menutup beberapa klinik dan bank tempat penyimpanan darah yang tak berizin.
Baca juga: Wanita Thailand 12 Tahun Jadi Penderita HIV AIDS dan Ternyata...
Sehubungan dengan upaya menangani penyebab merebaknya HIV di distrik yang masyarakatnya bekerja sebagai petani, seorang dokter bernama Muzaaffar Ghangro telah dijebloskan ke rumah tahanan di kantor kepolisian Ratodero untuk penyelidikan lebih lanjut.
Ghangro dituduh menggunakan jarum suntik bekas pakai kepada pasiennya di klinik kesehatan miliknya.
Namun pengacaranya membantah tuduhan itu. Sebaliknya, menganggap kliennya menjadi kambing hitam atas krisis besar di wilayah itu.
Penderita HIV pun mengalami diskriminasi di masyarakat. Seperti dialami Hazar Khan warga desa Allah Dino Seelro. Lima anggota keluarganya didiagnosa menderita HIV pada April lalu.
Di desa Allah Dino Seelro, masyarakat hidup di lahan berlumpur, kotoran sapi menjadi bahan bakar, dan transportasi mereka sehari-hari menggunakan kereta yang ditarik keledai.
"Warga desa tidak lagi mengunjungi kami. Mereka bahkan tidak mau makan dengan kami," kata Khan, 70 tahun, menceritakan pengalamannya setelah keluarganya diserang HIV.
Di desa Allah Dino Seelro ada 20 orang yang didiagnosa menderita HIV pada akhir April lalu. 17 orang di antaranya adalah anak-anak.