Tantangan dan hambatan signifikan terhadap pertumbuhan tetap ada. Mirip dengan India, Indonesia menderita infrastruktur yang buruk. Meskipun data seluler relatif murah, bandwidth terbilang buruk, yakni kecepatan rata-rata unduhan seluler sekitar 10 mbps, kurang dari setengah rata-rata global.
Sementara penggunaan smartphone terus meningkat, ponsel yang relatif murah tidak memiliki banyak penyimpanan data, yang membuat pengguna pilih-pilih aplikasi mana yang mereka gunakan secara teratur.
"Mungkin satu-satunya tantangan (dan peluang) terbesar bagi ekonomi seluler Indonesia adalah dalam pembayaran dan uang elektronik. Google dan Temasek memperkirakan bahwa e-commerce di Indonesia akan mencapai US$ 53 miliar (Rp 762 triliun) pada tahun 2025," tulis Natanson.
Baca juga: Presiden Donald Trump Masih Masuk Daftar Orang Terkaya Dunia
Yang mengesankan Natanson adalah fakta kurang dari setengah orang Indonesia memiliki rekening bank, dan hanya 2,4 persen orang Indonesia memiliki kartu kredit. Natanson melihat ini sebagai paradoks karena setengah lebih penduduk Indonesia hidup dalam perangkat seluler.
"Dengan semakin banyak dari 180 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki rekening bank saat ini menggunakan telepon pintar, perlombaan ini akan memberikan mereka uang seluler dan layanan keuangan," tambah kontributor Forbes itu, seraya menambahkan besarnya peluang ekonomi digital di pasar Indonesia.