TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Huawei, giliran Hikvision, perusahaan raksasa Cina yang menyediakan peralatan video pemantau termasuk CCTV akan masuk dalam daftar hitam alias blacklist oleh Amerika Serikat.
Mengutip Reuters, Rabu, 22 Mei 2019, AS akan menjatuhkan sanksi kepada Hikvision dengan alasan perlakuan Cina terhadap minoritas Muslim Uighur.
Baca juga: Huawei Akan Kembangkan Alternatif Android dan Windows Sendiri
Cina menghadapi kecaman global yang terus meningkat atas pembuatan sejumlah fasilitas di Xinjiang. Menurut pakar PBB, situasi di Xinjiang digambarkan seperti pusat tahanan massal bagi lebih dari 1 juta penduduk Uighur dan Muslim lainnya.
Sejumlah penasehat presiden Donald Trump telah mencatat nama Hikvision pada akhir April lalu dan telah ditandatangani oleh lebih dari 40 anggota parlemen.
Baca juga: Amerika Melunak pada Huawei, Saham Teknologi Kembali Menguat
Dalam rancangan undang-undang pertahanan AS yang telah ditandatangani Trump Agustus Agustus tahun lalu, penerima dana federal dilarang menggunakan peralatan komunikasi, rekaman video, dan komponen jaringan yang dibuat Huawei atau ZTE.
Rancangan undang-undang ini juga menyebut nama perusahaan provider peralatan audio-video seperti Hikvision, Hytera, Dahua Technololgu dan afiliasinya.
Baca juga: Diboikot Amerika, Ini Pernyataan Resmi Huawei
Menanggapi AS segera menjatuhkan sanksi terhadap Hikvision, manajemen Hikvision mengatakan pihaknya dapat memastikan jaringan suplai komponen aman tanpa bantuan AS.
"Bahkan andai AS berhenti membeli produk kami, kami dapat memulihkannya melalui suplair lain," kata seorang eksekutif Hikvision seraya menolak namanya disebutkan.
Menurutnya, justru sebagian besar suplair Hikvison berasal dari Cina.
Nilai pasar Hikvison lebih dari US$ 37 miliar sehingga disebut sebagai perusahaan Cina yang menyediakan peralatan pemantau video terbesar di dunia.