TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat melihat sinyalemen pemerintah Suriah kemungkinan telah menggunakan senjata kimia berbahaya, termasuk chlorine pada pertempuran 19 Mei lalu di wilayah utara Suriah.
"Sayangnya kami terus melihat tanda-tanda kalau rezim Presiden Bashar Al Assad mungkin menggunakan senjata kimia termasuk dugaan serangan klorin di barat laut Suriah pada pagi 19 Mei," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Morgan Ortagus, Selasa, 21 Mei 2019.
Baca juga: 8 Tahun Perang Sipil, Begini Ekonomi Suriah
Ortagus mengatakan, saat ini pihaknya masih mengumpulkan informasi tentang serangan pada 19 Mei lalu. Jika kecurigaan ini terbukti, maka Amerika Serikat dan sekutunya kemungkinan akan menindak dengan cepat dan tepat.
Menurut Ortagus, rezim Assad telah melanggar gencatan senjata dengan menyerang wilayah Idlib. Sebab wilayah itu sekarang telah menjadi tempat pengungsian warga Suriah.
Baca juga: 4 Pemain Dalam Konflik Suriah dan Posisinya
Amerika Serikat memerintahkan dilancarkan serangan terhadap rezim Suriah pada 2017 dan 2018 atau persisnya setelah terbit laporan adanya dugaan serangan dengan senjata kimia oleh pasukan Assad.
Abu Nimr bersama 15 orang lainnya tetap bertahan di kamp Yarmouk Palestina, Damaskus, Suriah, Rabu, 10 Oktober 2018. Kekerasan perang itu telah mengubah lingkungannya menjadi kota hantu dengan gedung-gedung rusak dan kawasan ranjau darat. REUTERS/Omar Sanadiki
Kementerian Pertahanan Rusia menuduh kelompok pemberontak di Suriah telah merencanakan serangan senjata kimia untuk membingkai rezim Suriah di Idlib.
"Para teroris yang beroperasi di zona eskalasi Idlib memiliki sejumlah besar zat beracun. Mereka melengkapi amunisi untuk hal yang disebut penggunaan senjata kimia terhadap penduduk sipil oleh pasukan pemerintah," tulis Kementerian Pertahanan Rusia, dikutip dari CNN, 22 Mei 2019.
Ortagus membantah pernyataan Rusia dengan mengatakan tuduhan itu bagian dari kampanye disinformasi berkelanjutan oleh rezim Assad dan Rusia untuk menciptakan berita bohong.
Ribuan pasukan anti-pemerintah masih bercokol di Idlib, Suriah. Para pejabat Amerika Serikat mengakui banyak dari kelompok pemberontak yang tersisa di daerah tersebut memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok ekstremis yang terafiliasi dengan Al Qaeda. Akan tetapi Amerika Serikat pun memperingatkan akan dampak kemanusiaan yang ditimbulkan atas serangan berskala besar, mengingat banyaknya warga sipil di daerah itu.
Al Arabiya | CNN | EKO WAHYUDI