TEMPO.CO, Hong Kong – Keputusan pemerintah Amerika Serikat untuk membatasi ekspor perusahaan manufaktur teknologi telekomunikasi Huawei Technologies bakal membuat industri teknologi di Silicon Valley kehilangan pendapatan bernilai miliaran dolar atau triliun rupiah.
Baca juga: Ditahan Amerika Serikat, Ini Sosok Bos Huawei Meng Wanzhou
Perusahaan manufaktur perlengkapan telekomunikasi terbesar dunia dan perusahaan penjual ponsel cerdas nomor dua dunia ini mengandalkan belasan perusahaan AS untuk menyuplai komponen kunci.
Perusahaan asal Cina ini membayar sekitar US$70 miliar atau sekitar Rp1000 triliun untuk membeli komponen telekomunikasi dari 13 ribu penyuplai pada 2018. Dari jumlah ini, Huawei membayar sekitar US$11 miliar atau sekitar Rp159 triliun kepada belasan perusahaan AS. Pembayaran ini untuk membeli chip prosesor dari Qualcomm dan Broadcom.
Baca juga: Direktur Keuangan Huawei Ditangkap, Amerika dan Cina Memanas
Perusahaan juga membeli piranti lunak dari Microsoft dan Android buatan Google.
Pendapatan tahunan yang besar bagi perusahaan AS ini terancam dengan keluarnya surat keputusan pemerintahan Presiden AS, Donald Trump, yang memasukkan Huawei ke dalam daftar perusahaan asing terlarang. Perintah itu termasuk melarang perusahaan AS mengekspor komponen tanpa izin kepada Huawei.
“Ini membuat resiko bagi perusahaan dan jaringan pelanggan Huawei di seluruh dunia. Ini karena firma tidak dapat memutakhirkan piranti lunak dan melakukan perawatan rutin serta penggantian komponen,” kata analis dari Eurosia Group seperti dilansir CNN pada Jumat, 17 Mei 2019.
Baca juga: Diduga Melanggar Sanksi Amerika Serikat, Bos Huawei Ditahan
Para pengguna ponsel Huawei, misalnya, bisa kehilangan kesempatan tidak bisa mengupgrade sistem operasi Android terbaru. Ini karena Huawei tidak memiliki opsi alternatif lain yang siap pakai.
Larangan Gedung Putih ini juga mengganggu jaringan suplai global. Ini karena perusahaan asing tidak dapat menjual produk yang mengandung komponen buatan AS ke Huawei. Ini artinya, Huawei tidak bisa membeli chipset dari perusahaan penyuplai asal Taiwan jika komponen itu mengandung bagian dari produk yang dibuat di AS.
Mengenai ini, manajemen Huawei mengatakan telah menyiapkan diri bertahun-tahun menghadapi skenario larangan, yang saat ini terjadi.
“Keputusan itu merupakan langkah terbaru dalam kampanye melawan Huawei, yang dilakukan pemerintah AS untuk tujuan politik,” kata komisaris Huawei, Ken Hu, dalam memo kepada pegawai yang diperoleh CNN Business.
Menurut dia, perusahaan telah mengetahui ini bisa menjadi kemungkinan selama bertahun-tahun lalu. “Kami telah berinvestasi banyak dan membuat persiapan penuh di banyak area,” kata dia.
Baca juga: Kasus Huawei, Menlu Amerika Bakal Bebaskan 2 Warga Kanada di Cina
Salah satu anak perusahaan Huawei yang mendesain chip mengatakan sudah bersiap dengan situasi ini untuk bertahan. Dalam memo internal, seperti dilansir CNN, pimpinan HiSilicon, He Tingbo, mengatakan perusahaan berasumsi pada suatu ketika semua teknologi maju dan chip canggih asal AS tidak tersedia.
Itu sebabnya, menurut dia, HiSilicon merancang ban cadangan agar perusahaan bisa tetap beroperasi.
“AS telah membuat keputusan sangat gila dan menempatkan Huawei ke dalam daftar kontrol ekspor,” begitu katanya dalam memo internal. “Hari ini seiring sejarah membuat keputusannya, ban cadangan yang kita buat telah menjadi opsi Rencana A dalam semalam,” kata dia.
Menurut analis dari perusahaan broker Jefferies, Huawei bakal kesulitan jika tidak mendapatkan komponen dari AS untuk waktu lama.
Ini karena perusahaan AS mendominasi soal piranti lunak untuk ponsel cerdas dan komponen telekomunikasi. Menurut analis Rex Wu dari Jefferies, Huwei tidak memiliki alternatif untuk mendapatkan chip komputer AS untuk telecom base station.
Baca juga: Startup Amerika Gugat Huawei Soal Informasi Teknis Telekomunikasi
Jadi meskipun Huawei merupakan pemimpin dalam teknologi 5G, layanan jaringan nirkabel supercepat generasi berikutnya ini tetap membutuhkan komponen dari perusahaan AS.
Saat ini, Huawei telah meneken kontrak pembangunan jaringan 5G di seluruh dunia, dengan 25 di Eropa dan 10 di Timur Tengah.
Selain melarang penjualan komponen canggih ke Huawei, AS juga meminta pemerintah Kanada menahan Direktur Keuangan Global Huawei Meng Wanzhou untuk diekstradisi. Ini terkait pengerjaan proyek jaringan telekomunikasi di Iran, yang terjadi saat sanksi AS sedang berlaku.