TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Palestina menjalani Ramadan 2019 dengan hati waswas meski pada 6 Mei lalu telah disepakati gencatan senjata dengan Israel.
"Pada dasarnya kehidupan di Palestina sama saja dengan bulan lainnya, sama-sama sulit karena kami bertahun-tahun dijajah oleh Israel," kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Alshun di kantor Kedutaan Besar Palestina, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat 17 Mei 2019.
Alshun menceritakan sebagian besar masyarakat Palestina masih kesulitan mencari bahan makanan karena perang telah mengganggu perekonomian. Rumah dan gedung-gedung pun banyak yang hancur. Untungnya, kondisi sulit ini tidak mempengaruhi aktivitas masyarakat dalam beribadah.
Baca juga: Ramadan, Israel dan Palestina Hentikan Pertempuran di Gaza
Pengungsi Palestina menunggu untuk menerima bantuan di pusat distribusi makanan PBB di kamp pengungsi Al-Shati di Kota Gaza, 15 Januari 2018. UNRWA didirikan pada 1949 setelah ratusan ribu orang Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka karena perang Israel 1948 REUTERS
Baca juga: 30 Ribu Warga Palestina Unjuk Rasa di Perbatasan Israel
Pada Ramadan 2019, masyarakat Palestina berpuasa lebih dari 16 jam sehari. Subuh dimulai pada pukul tiga pagi dan waktu berbuka sekitar pukul 7.30 malam.
Sebelum makan berat, masyarakat Palestina biasa mengkonsumsi salad dan jus untuk membatalkan puasa. Menurut Alshun, suasana Ramadan di Palestina dan Indonesia tak jauh berbeda, misalnya banyak diselenggarakan kajian dan pengajian.
"Hanya bedanya, di sana orang berdagang setelah berbuka puasa atau salat tarawih dan pada siang hari, sebagian besar toko tutup," ujar Alshun.
Masyarakat Palestina sampai sekarang masih memperjuangkan hak dan kemerdekaannya yang direbut Israel. Sebagian besar dari mereka terpaksa hidup di wilayah pinggir bahkan mengungsi ke berbagai negara di dunia. Alshun mengatakan masyarakat Palestina bisa hidup lebih baik dari Indonesia jika penindasan Israel dihilangkan.
EKO WAHYUDI