TEMPO.CO, Jakarta - Anggota parlemen Hong Kong kembali ribut soal RUU Ekstradisi yang mengizinkan buron dikirim ke Cina daratan untuk diadili.
Kericuhan ini terjadi pada Selasa setelah perkelahian antara anggota parlemen pro demokrasi dan loyalis Beijing pada Sabtu kemarin.
RUU Ekstradisi adalah ujian bagi cengekraman lebih jauh atas Hong Kong, wilayah bekas koloni Inggris yang dijanjikan otonomi khusus oleh Cina di bawah payung "Satu Negara, Dua Sistem" ketika dikembalikan ke Cina pada 1997.
Baca juga: Anggota Parlemen Hong Kong Berkelahi saat Rapat RUU
Beberapa pekan sebelum rapat RUU, 130 ribu orang berpawai menentangnya. Ini merupakan protes terbesar sejak gerakan pro demokrasi Hong Kong, Umbrella, pada 2014.
Reuters melaporkan, 14 Mei 2019, setelah satu anggota parlemen dilarikan ke rumah sakit karena perkelahian, legislator pro demokrasi kembali mencoba mengadakan pertemuan komite untuk membahas RUU Ekstradisi.
Anggota parlemen pro demokrasi Gary Fan pingsan setelah perkelahian dengan anggota parlemen pro Beijing selama rapat mempertimbangkan RUU ekstradisi yang kontroversial, di Hong Kong, Cina 11 Mei 2019. [REUTERS / James Pomfret]
Tapi perselisihan terjadi ketika demokrat bergegas untuk mencegah saingan mereka untuk mengadakan pertemuan mereka sendiri.
"Batalkan hukum jahat itu," teriak beberapa pro demokrasi dengan suara lantang ketika penjaga keamanan berupaya untuk memisahkan kedua pihak.
Anggota parlemen pro Beijing meninggalkan ruangan, mengatakan debat rasional tidak mungkin terjadi. Mereka kembali beberap waktu kemudian tetapi dipaksa untuk mundur untuk kedua kalinya.
Baca juga: Dua Anggota Parlemen Taiwan Berkelahi Saat Siaran Langsung
Parlemen pro demokrasi mengatakan loyalis Beijing melanggar aturan prosedural dalam membentuk komite mereka sendiri dan dalam upaya memilih ketua mereka sendiri untuk meloloskan RUU tersebut.
Pemimpin Hong Kong yang didukung Beijing, Carrie Lam, mengatakan dia ingin RUU itu disahkan sebelum musim panas.
RUU perlu dipilih oleh legislatif dengan suara penuh, yang sekarang dikendalikan oleh anggota parlemen pro Beijing.
Perubahan yang diusulkan telah memicu tentangan yang luar biasa luas dari pengusaha internasional hingga pengacara dan kelompok hak asasi dan bahkan beberapa tokoh pro Beijing sendiri.
Baca juga: Hari Pertama Sidang, Parlemen Hong Kong Ricuh
Di bawah RUU Ekstradisi tersbeut, pemimpin Hong Kong akan memiliki hak untuk memerintahkan ekstradisi kasus per kasus dari para buronan ke Cina daratan, Makau dan Taiwan, serta negara-negara lain yang tidak dicakup oleh perjanjian ekstradisi Hong Kong saat ini.
Pihak berwenang mengatakan perintah ekstradisi perlu disetujui oleh peradilan independen kota sebagai perlindungan, tetapi para kritikus mengatakan hakim akan mengalami kesulitan memvalidasi bukti yang dilampirkan oleh otoritas Cina daratan terhadap para buron potensial.
Ketua parlemen Hong Kong, Andrew Leung, mendesak kedua belah pihak untuk menyelesaikan kebuntuan melalui pembicaraan.