TEMPO.CO, Christchurch – Imam dari Masjid Al Noor, Gamal Fouda, mengatakan pelaku penembakan massal di Christchurch, Selandia Baru, diduga mendapat bantuan dari orang lain.
Baca:
Fouda mengatakan kepada Newshub dan dilansir News.com bahwa dia telah melaporkan soal adanya kunjungan lelaki Eropa ke masjid ini kepada polisi. Namun polisi lokal mengatakan itu bukan hal serius.
Saat ini, polisi Selandia Baru sedang menyelidiki kasus serangan teror, yang melibatkan pelaku bernama Brenton Tarrant dan diduga seorang simpatisan supremasi kulit putih.
“Kami kedatangan dua orang kulit putih ke sini dan mereka mengaku sebagai Muslim. Tapi mereka mengatakan orang-orang yang ada di dalam masjid sebagai bukan Muslim,” kata Fouda seperti dilansir Newshub dan News pada Senin, 13 Mei 2019.
Baca:
Fouda mengatakan dua lelaki Eropa itu, yang datang pada malam hari menjelang akhir 2017, juga bertanya dengan kalimat tidak simpatik kepada dua orang jamaah masjid asal Somalia dan Bangladesh.
“Dan kenapa Anda datang ke negara kami? Anda bisa kembali pulang,” kata Fouda menirukan ucapan kedua pengunjung. “Mereka juga memaki keduanya dengan kata ‘f’ dan kami melaporkan ini kepada polisi.”
Pada awalnya, imam Fouda mengaku dia menduga kedua pria Eropa itu telah mengalami radikalisasi oleh kelompok ISIS seperti pelaku jihad asal Kiwi yaitu Mark Taylor.
Baca:
Ini karena kelompok ISIS menuding semua Muslim yang lain sebagai bukan Muslim sehingga dianggap sebagai musuh.
Menurut Fouda, polisi tidak menanggapi laporannya secara serius. Sehingga, dia mengatakan mencoba meyakinkan polisi bahwa ini masalah serius.
“Saya katakan kepada polisi,’Ini sangat berbahaya. Tidak hanya bagi Muslim tapi juga bagi warga Selandia Baru. Jadi berhati-hatilah dan periksa mereka,” kata Fouda. Namun polisi, menurut dia, mengatakan,”Tidak, tidak ini bukan hal serius. Kami ada kerjaan lain.”
Baca:
Belakangan, imam Fouda mengaku meyakini jika kedua orang pengunjung masjid berwajah Eropa itu adalah pendukung supremasi kulit putih.
“Ya, karena mereka mengatakan ‘Anda berkulit hitam. Apa yang Anda lakukan di negara kami. Kembali ke negara Anda,” kata Fouda menirukan ucapan kedua pengunjung itu.
Imam Fouda mengaku kecewa dengan polisi. “Mereka meyakinkan kami bahwa situasinya aman. Masjid aman. Tapi ternyata itu tidak benar,” kata dia seperti dilansir Newshub.
Seragam teror terhadap jamaah Masjid Al Noor dan Linwood Islamic Center menewaskan 51 orang pada 15 Maret 2019. Pelaku, Brenton Tarrant telah ditangkap dan mulai menjalani persidangan dengan ancaman hukuman seumur hidup.
Menanggapi ini, Komisioner Polisi Mike Bush menolak untuk diwawancarai Newshub. “Tim investigasi sedang mempertimbangkan banyak informasi dan tidak akan membicarakan hal yang spesifik,” kata dia.
Fouda melanjutkan seorang pengunjung kulit putih juga datang tiga pekan sebelum serangan teror di Masjid Al Noor.
Lelaki ini mengaku ingin belajar mengenai ajaran Islam tapi tidak terlihat serius. “Dia tidak fokus kepada saya. Dan saat saya tanya siapa namanya, dia menjawab,’Anda bisa menyebut saya nama apa saja yang Anda mau’.”
Fouda sempat memfoto lelaki ini dengan ponselnya dan menyerahkannya ke polisi Selandia Baru. “Saya tatap matanya dan saya katakan,’Ya saya dapat memanggil Anda dengan nama apa saja tapi saya ingin tahu nama Anda sebenarnya siapa’.” Dia mengaku khawatir jika lelaki ini juga memiliki niat buruk terhadap jamaah masjid di sana.