TEMPO.CO, Jakarta - Ethiopia, negara eksportir garmen teratas dan merek fashion ternama di dunia, ternyata memiliki buruh yang digaji sangat rendah.
Negara Afrika Timur ini telah membuka pintu investasi untuk merek fashion ternama seperti H&M, Calvin Klein dan Tommy Hilfiger. Perusahaan-perusahaan ini membangun pabrik mereka di kompleks industri Ethiopia.
Baca Juga:
Bahkan ada rencana untuk meningkatkan ekspor pakaian dengan total US$ 30 miliar (Rp 429 triliun) per tahun dari US$ 145 juta (Rp 2,07 triliun) saat ini.
Baca: Ada Temuan Pelecehan di Pabrik Fashion Raksasa H&M dan GAP Asia
Namun laporan yang dirilis oleh New York Stern Center for Business and Human Rights, pertumbuhan pasar garmen tidak membuat para buruh garmen sejatera. Ironis, buruh garmen Ethiopia malah menjadi buruh dengan bayaran rata-rata terendah di dunia, menurut CNN, 12 Mei 2019.
Ethiopia tidak memiliki aturan upah minimun di sektor swasta, dan para buruh digaji US$ 26 per bulan, atau sekitar Rp 372 ribu. Upah ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar papan dan pangan.
Sebaliknya, tetangganya Afrika Selatan, memiliki upah yang lebih tinggi yakni US$ 244 (Rp 3,5 juta) per bulan dan Kenya US$ 207 (Rp 3 juta) per bulan.
Orang-orang berjalan di depan toko H&M di Frankfut, Jerman, 4 Desember 2013.[REUTERS/Kai Pfaffenbach]
Penulis laporan kajian ini adalah Paul Barret dan Dorothee Bauman-Pauly, yang fokus pada kompleks industri Hawassa, 225 km di selatan ibu kota Addis Ababa.
Taman industri ini adalah salah satu dari lima pusat manufaktur yang didirikan oleh pemerintah sejak 2014, dan merupakan bagian dari visi jangka panjang untuk menumbuhkan Ethiopia menjadi pusat produksi.
Baca: Foto Iklan Rasis, Gerai H&M di Afrika Selatan Dirusak
Ini adalah rumah pabrik termasuk tekstil dan pengolahan produk agrobisnis, dan memiliki 25.000 karyawan yang memproduksi pakaian.
Paul Barrett, yang juga wakil direktur New York Stern Center for Business and Human Rights, mengatakan strategi pemerintah sejak awal adalah menarik investor asing dengan membebankan upah yang sangat rendah.
"Mereka menunjuk pada upah US$ 26 (Rp 372 ribu) karena itu adalah jumlah yang dibayar pegawai pemerintah. Jadi, mereka menggunakan itu sebagai patokan bagi karyawan di pasar pakaian luar juga," katanya.
Salah satu buruh garmen di pabrik tekstil Ethiopia.[CNN]
Menurut laporan, keinginan untuk menyenangkan perusahaan mode asing telah menyebabkan kesalahan perhitungan.
"Kesalahan utama yang dibuat pemerintah adalah meyakinkan pemasok Asia dan pembeli Barat bahwa operator mesin jahit Ethiopia akan dengan senang hati menerima gaji pokok yang sangat rendah," tulis laporan.
Laporan itu menambahkan bahwa para pekerja, kebanyakan perempuan dari daerah pedesaan, tidak mendapatkan pelatihan yang cukup dan berjuang untuk memahami peraturan dan regulasi industri.
Baca: 5 Ribu Buruh Pabrik Garmen di Bangladesh Dipecat
"Mereka (buruh dari desa) tidak terbiasa dengan kebiasaan industri, mereka tidak mengerti mengapa mereka akan didisiplinkan karena keterlambatan, ketidakhadiran, atau mengobrol dengan rekannya," lanjut laporan.
Dewan pekerja mestinya hadir untuk mengadvokasi kesejahteraan karyawan pabrik. Tetapi Ethiopia, dengan populasi 105 juta, memiliki gerakan serikat buruh yang lemah, menurut jurnal buruh dan masyarakat.