TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut di Swedia pada Senin, 13 Mei 2019 akan memutuskan apakah membuka lagi atau tidak kasus perkosaan yang dituduhkan pada pendiri Wikileaks, Julian Assange.
Wikileaks adalah media yang mengungkap kepada publik dokumen-dokumen rahasia negara dan perusahaan melalui situsnya. Assange saat ini berada dalam sebuah penjara di Inggris setelah tujuh tahun bersembunyi di kantor Kedutaan Besar Ekuador di London untuk menghindari keinginan Amerika Serikat yang mau mengekstradisinya terkait dokumen militer dan diplomatik yang dibocorkannya.
Baca:Pamela Anderson Jenguk Assange, Apa Katanya?
Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, ditangkap di London, 11 April 2019.[Sky News]
Dikutip dari reuters.com, Jumat, 10 Mei 2019, perselisihan hukum antara Swedia dan Assange sudah berlangsung hampir satu dekade. Dua perempuan asal Swedia mengaku telah mengalami kekerasan seksual dan perkosaan pada 2010 yang diduga dilakukan Assange.
Pada 2015, Assange melarikan diri dari tuduhan itu dan meminta suaka perlindungan ke Kedutaan Besar Ekuador di London, Inggris. Pada 2017, jaksa penuntut menutup investigasi atas tuduhan ini atau setelah Assange berlindung ke kantor Kedutaan Besar Ekuador di Inggris. Di tempat itu, Assange anggap sebagai pengungsi sehingga bisa menghindari ekstradisi.
Baca: Pengacara Takut Julian Assange Disiksa Jika Diekstradisi ke AS
Setelah pada bulan lalu Inggris menahan Assange, pengacara korban yang menuduh Assange telah melakukan perkosaan, meminta agar investigasi atas kasus ini dibuka lagi.
"Jaksa penuntut akan segera mengumumkan keputusan," tulis otoritas Jaksa Penuntut dalam sebuah pernyataan.
Assange menyangkal tuduhan yang diarahkan padanya tersebut. Pengacara Assange mengatakan kliennya waswas kalau dia akan dikirim ke Swedia dan otoritas di sana menyerahkannya ke Amerika Serikat untuk menghadapi penuntutan.