TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Luar Negeri RI periode 2001-2009, Nur Hassan Wirajuda memperingatkan negara-negara ASEAN bahwa negara mana pun yang belum demokratis maka tidak ada kemajuan untuk Hak Asasi Manusia atau HAM.
"Jangan harap kalau negara tidak demokratis, kemajuan HAM akan terjadi, karena negara otoritarian, mereka melihat HAM itu sebagai ancaman," kata Wirajuda di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, 9 Mei 2019.
Baca: Krisis Rohingya Dorong Revisi Prinsip Non-Intervensi ASEAN
Wirajuda mengungkapkan, dalam negara demokrasi hak sipil dan berpolitik harus ada jaminan kebebasannya karena untuk negara otoriter ini merupakan ancaman serius yang membahayakan pemerintahannya.
Di ASEAN, Wirajuda mengatakan hanya ada dua negara anggota yang menganut demokrasi, salah satunya Indonesia dan delapan lainnya masih otoriter.
"Hitung saja dari 10 negara ASEAN yang demokratis ada berapa, Tapi kenyataannya ASEAN negaranya yang demokratis hanya dua," ujarnya.
Baca: Pembantaian Etnis Rohingya, ASEAN Bisa Jatuhkan Sanksi ke Myanmar
Wirajuda juga menyayangkan bahwa negara yang belum demokratis sudah bergabung di ASEAN. Dia membandingkan dengan Uni Eropa.
"Di Uni Eropa jika mereka ingin bergabung harus mengubah dulu menjadi demokrasi untuk syarat agar bisa bergabung," kata Wirajuda.
Menurut Wirajuda, masih banyak negara anggota ASEAN yang mempunyai pandangan kuno tentang menafsirkan masalah domestik dan banyak negara Asia Tenggara yang secara eksesif dalam mengartikannya.
Baca: Sam Rainsy: Cina Manfaatkan Hun Sen Pecah Belah ASEAN
"Sekali lagi untuk melindungi dan membentengi diri rezim mereka yang tidak demokratis," ungkap Wirajuda.
Menurut Wirayuda, untuk mengubah pemerintahan otoriter menjadi demokrasi merupakan tantangan dan tidak mudah. "Perlu usaha yang lebih dan dibutuhkan kepemimpinan."
EKO WAHYUDI