TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Inggris menjatuhkan vonis penjara 50 minggu kepada pendiri media WikiLeaks, Julian Assange, 47 tahun, atas tuduhan pelanggaran aturan soal uang jaminan di negara itu.
Assange juga terancam menghadapi peradilan yang akan mengekstradisinya ke Washington, Amerika Serikat, dimana dia dituduh telah melakukan konspirasi intervensi komputer.
Dikutip dari rt.com, Pengadilan Southwark Crown, London, pada Rabu, 1 Mei 2019, menjatuhkan vonis 1,1 tahun kepada Assange karena dia dinilai telah menciderai aturan uang jaminan. Assange pada 2012 menghadapi tuduhan perkosaan di Swedia, namun kasus ini selanjutnya tidak dilanjutkan.
Hakim Deborah Taylor mengatakan Assange telah menggunakan uang jaminan untuk lari dari hukum dan menghina peradilan Inggris. Sedangkan Assange dalam suratnya yang dibacakan di pengadilan mengatakan pelanggaran itu dilakukan ketika dia sedang menghadapi keadaan yang sulit.
Baca: 8 Fakta Penangkapan Pendiri WikiLeaks Julian Assange
WikiLeaks founder Julian Assange is seen in a police van after was arrested by British police outside the Ecuadorian embassy in London, Britain, April 11, 2019. REUTERS/Henry Nicholls
Baca:Julian Assange: Pejuang Kebebasan Pers atau Musuh Negara?
"Ketika itu, saya melakukan apa yang saya fikir terbaik atau mungkin satu-satunya cara yang bisa saya lakukan. Saya memohon maaf kepada semua pihak yang telah merasa diperlakukan dengan tidak hormat," tulis Assange.
Sejak 11 April lalu, Assange berada dalam penahanan Inggris setelah didepak dari kantor Kedutaan Ekuador di ibu kota London, Inggris. Assange mendapatkan suaka dari Ekuador dan selama 7 tahun bersembunyi di kantor Kedutaan Ekuador karena ketakutan di ekstradisi ke Washington.
Di Amerika Serikat, Assange dituntut telah melakukan konspirasi setelah bekerja sama dengan Chelsea Manning, orang yang diduga membocorkan dokumen rahasia negara dan mempublikasikannya melalui WikiLeaks. Persidangan Assange soal ini akan digelar Kamis, 2 Mei 2019.
Selama bertahun-tahun, WikiLeaks mempublikasi dokumen soal tindakan pasukan militer Amerika Serikat di Afganistan dan Irak serta koresponden diplomatik Amerika. Diantara dokumen yang dibocorkan WikiLeaks itu adalah sebuah rekaman video yang memperlihatkan pasukan militer Amerika Serikat diduga membunuh sejumlah warga sipil.