TEMPO.CO, Jakarta - Myanmar mulai membebaskan sejumlah tahanan pada Jumat, 26 April 2019, setelah Presiden Myamnar Win Myint mengumumkan memberikan pengampunan atau amnesti kepada hampir 7 ribu narapidana.
Dikutip dari reuters.com, Jumat, 26 April 2019, memberikan pengampunan tanpa syarat kepada 6.948 narapidana yang mendekam dipenjara seluruh Myanmar. Keputusan itu diambil dalam upaya menyebarkan kebaikan kepada seluruh warga negara Myanmar dan mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Sebelumnya pada 17 April 2019 atau tahun baru berdasarkan penanggalan tradisi Myanmar, lebih dari 9 ribu tahanan dibebaskan. Aktivis HAM kecewa karena pengampunan tidak berlaku bagi tahanan politik. Min Tun Soe, Juru bicara Lembaga Pemasyarakat Myanmar, mengakui amnesti gelombang pertama tidak termasuk aktivis yang sedang ditahan.
“Kalau berdasarkan daftar, mayoritas mereka yang diberikan pengampunan adalah narapidana untuk kasus narkoba,” kata Tun Soe.
Baca: Militer Myanmar Sebut Bakal Tolak Amandemen Konstitusi
Hanya dua tahanan politik yang diberikan pengampunan, salah satunya Zau Jat aktivis dari negara bagian Kachin yang dibebaskan pada Jumat, 26 April 2019. Kepada wartawan yang menunggunya di luar penjara, Zau Jat mengatakan ada banyak tahanan di penjara yang tidak mendapatkan peradilan yang adil.
Baca: Pembantaian Etnis Rohingya, Tanda Militer Myanmar Masih Berkuasa
Sebelumnya dalam sebuah persidangan Desember lalu, Zau Jat dan rekannya sesama aktivis bernama Lum Zawng divonis enam bulan penjara karena diduga telah melakukan persekongkolan. Zau Jat mengatakan meskipun mereka tak mendapat amnesti, mereka akan tetap bebas pada bulan depan sehingga pembebasan terhadapnya dan Lum Zawng adalah sebuah cara untuk meningkatkan citra baik pemerintah Myanmar.