TEMPO.CO, Canberra – Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengatakan salah satu pelaku bom bunuh diri di Sri Lanka pernah tinggal di Australia.
Baca:
“Saya bisa mengkonfirmasi pelaku pernah tinggal di Australia,” kata Morrison seperti dilansir News pada Kamis, 25 April 2019.
Menurut Morrison, pelaku meninggalkan Australia pada awal 2013 dan sempat tinggal dengan visa sebagai mahasiswa.
Menurut dia, pelaku memiliki visa untuk istri dan anak pada saat itu. Pelaku yang tidak disebut namanya ini tidak pernah kembali ke Australia sejak 2013.
Baca:
“Ini merupakan masalah yang sedang diinvestigasi. Jadi saya tidak akan mengatakan apa-apa soal ini lagi,” kata Morrison.
Sebelumnya, Menteri Junior Pertahanan Sri Lanka, Ruwan Wijewardene, mengatakan kepada media bahwa salah satu pelaku bom bunuh diri pernah belajar di Inggris dan kemudia mengambil program pasca sarjana di Australia sebelum kembali ke negaranya.
Wijewardene mengatakan lembaga intelijen Australia membantu otoritas Australia dalam mengungkap kasus ini bersama Interpol, dan otoritas keamanan Inggris.
Baca:
Mengenai ini, salah satu anggota parlemen Australia, Mark Butler, mengatakan informasi soal adanya kaitan Australia dalam serangan bom ini mengkhawatirkan. “Kita semua merasa sangat sedih dengan apa yang terjadi pada Hari Paskah,” kata dia.
Seperti dilansir Reuters, serangan teror bom di Sri Lanka menyasar empat hotel dan tiga gereja di ibu kota Kolombo, Sri Lanka. Sebuah ledakan lain terjadi di sebuah rumah saat terjadi penggerebekan, yang menewaskan tiga orang polisi.
Tiga hotel bintang lima yang menjadi sasaran di Sri Lanka adalah Shangri La Hotel, Cinnamon Grand Hotel, dan Kingsbury Hotel. Tiga hotel yang menjadi target serangan bom bunuh diri adalah Gereja St Anthony di Kolombo, Gereja St Sebastian di Negombo, dan Gereja Zion di Batticalcoa.