TEMPO.CO, Jakarta - Sri Lanka memutuskan untuk sementara memblokir media sosial menyusul serangan bom mematikan di tiga gereja dan tiga hotel di sejumlah titik di negara itu pada Minggu, 21 April 2019. Media sosial yang diblokir itu diantaranya NetBlocks, Facebook, Facebook Messenger, Instagram, Snapchat, Viber, WhatsApp dan YouTube.
Dikutip dari asiaone.com, Selasa, 23 April 2019, kritik bermunculan setelah Sri Langka mengambil keputusan memblokir media sosial tersebut. Sejumlah kritik menyebut langkah itu kemungkinan untuk menutup arus berita dan informasi serta konten mengandung kekerasan. Keputusan itu juga diduga untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah dan informasi yang mengandung hasutan.
Sebelumnya pada 2018 lalu, Sri Langka juga memblokir media sosial menyusul meletupnya sebuah serangan kekerasan.
Baca: Sri Lanka Tuding 2 Kelompok Ini Balas Dendam Teror Christchurch
Pemblokiran media sosial ini menjadi pukulan telak terhadap reputasi perusahaan media-media sosial Amerika Serikat, yang sejak beberapa tahun lalu telah dipandang sebagai sumber kebebasan informasi.
“Pemerintah diseluruh dunia, termasuk mereka yang mengeksploitasi media sosial dan media milik pemerintah harus menyadari risiko terkait platform seperti WhatsApp. Mereka (perusahaan media sosial) benar-benar harus mengambil sebuah langkah nyata untuk mencegah beredarnya rumor dan kerusuhan sosial,” kata Jennifer Grygiel, profesor bidang komunikasi dari Universitas Syracuse.
Baca: ISIS Klaim Bertanggung Jawab atas Teror Mematikan di Sri Lanka
Menurut NetBlocks, sebuah media sosial di Sri Lanka, penutupan sementara media sosial ini terkait penyebaran disinformasi selama krisis paska-serangan bom. Pihak-pihak ketiga diduga telah mengeksploitasi situasi untuk mendapatkan keuntungan politik.
Otoritas Sri Langka berjanji penutupan media sosial ini bersifat sementara dan diaktifkan kembali setelah investigasi selesai dilakukan.