TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan pada Rabu bahwa ia percaya pada Tuhan dan takut akan karma. Ini disampaikan Duterte ketika ia berbicara di sebuah kampanye partai PDP-Laban di Kota Batangas selama Pekan Suci, minggu sebelum Minggu Paskah.
Sebelumnya, Presiden Filipina telah berulang kali mengejek Gereja Katolik, mengolok-olok sakramen pengakuan dosa, dengan mengatakan bahwa jumlah dosa yang ia lakukan mengharuskannya untuk mengaku setiap hari, tanpa hasil. Dia juga mempertanyakan konsep surga dan neraka.
Baca: Duterte Imbau Umat Katolik Tidak ke Gereja, Kenapa?
Pada Selasa malam, Duterte telah mengolok-olok sakramen pengakuan dosa dengan mengatakan bahwa jumlah dosa yang dia lakukan akan mengharuskan dia untuk mengaku setiap hari.
"Saya tidak menghadiri Misa karena jika saya melakukannya maka saya akan mengatakan: 'Maafkan saya, Bapa, karena saya telah membunuh dalam tiga malam terakhir'," kata Duterte, dikutip dari Sputnik, 18 April 2019.
"Saya akan kembali keesokan harinya dan berkata: 'Bapa, maafkan saya karena saya telah membunuh 10 raja obat bius'. Saya akan terus kembali, jadi mengapa saya pergi ke sana? Tidak berguna," katanya.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte berdoa saat misa pemberkatan pernikahan di gereja Katolik San Agustin di Manila,16 September 2017 [Phillipine Star]
Rodrigo Duterte, lahir dan besar sebagai seorang Katolik, secara rutin menyerang Gereja dan ajarannya.
Tahun lalu, Duterte membuat kritik karena menyebut Tuhan "bodoh". Dia lalu mengadakan dialog dengan para pemimpin gereja setelah pernyataan kasarnya.
Baru-baru ini, Presiden menyarankan agar orang-orang merampok dan membunuh para uskup yang berpenghasilan tinggi. Ini adalah serangan Duterte terhadap gereja, yang telah mengkritik perang narkobanya.
Sejak ia menjabat pada tahun 2016, kelompok hak asasi manusia mengklaim lebih dari 20.000 orang telah dibunuh. Para pemimpin Gereja telah menjadi semakin kritis terhadap kampanye anti-narkoba Duterte.
Baca: Lewat Pidato, Duterte Kembali Ancam Bunuh Para Uskup
Para uskup mengatakan kebanyakan orang miskin dibunuh secara brutal hanya karena dicurigai sebagai pengguna narkoba dan pengedar kecil, sementara penyelundup besar-besaran dan raja obat bius bebas dari hukuman.
Pemerintahannya berulang kali membela retorika Rodrigo Duterte terhadap anggota gereja, bersikeras dia hanya membela diri terhadap uskup dan imam yang mengkritiknya.