TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pekerja rumah tangga atau PRT warga Filipina yang sedang menderita kanker serviks memenangkan tuntutan ganti rugi terhadap majikannya di pengadilan Hong Kong pada hari Senin, 15 April 2019.
Baby Jane Allas, PRT asal Filipina, menuntut ganti rugi kepada majikannya warga Hong Kong yang telah memecatnya sebulan setelah dia didiagnosa menderita kanker serviks stadium tiga.
Baca: Kasus Adelina, Malaysia Cemas Indonesia Berhenti Kirim PRT
Pemecatan yang dialami ibu berusia 38 tahun dan memiliki 5 anak ini mengakibatkan dirinya kehilangan hak untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Selain itu, Allas terpaksa mengajukan perpanjangan visa selama mengobati penyakitnya sesuai dengan hukum yang berlaku di Hong Kong dan sistem imigrasi.
Allas telah menjalani perawatan terapi radiasi selama 5 hari dalam seminggu dan bersamaan itu menjalani kemoterapi sehari dalam seminggu.
Pengadilan Hong Kong memutuskan majikan Allas membayar uang ganti rugi senilai US$ 3.800 atau setara dengan Rp 53,4 juta untuk tunjangan pengobatan, biaya medis dan upah.
Baca: Miliarder Ini Lamar Mantan Istri Jadi PRT-nya
Setelah mendengarkan tuntutan dirinya dimenangkan pengadilan, Allas mengajak semua para pekerja imigran yang memiliki pengalaman serupa untuk bertarung di pengadilan.
"Saya berdiri di sini sekarang untuk mengajak lebih banyak lagi pekerja untuk datang jika mereka memiliki kasus serupa," kata Allas, seperti dikutip dari Channel News Asia.
Dalam mendengarkan persidangan, Allas didampingi para pendukungnya, keluarga termausk anak perempuannya berusia 8 tahun.
Baca: Polisi Kuwait Tangkap Majikan Cuek Saat PRT Teriak Minta Tolong
Penderitaan Allas telah mendapat simpati luas di Hong Kong. Mereka menggalang pengumpulan dana untuk pengobatan Allan sebesar 900 ribu dollar Hong Kong. Selain itu, kegiatan amal rumah sakit telah membayar seluruh biaya pengobatannya. Namun masih diperlukan biaya untuk operasi tumor di tubuh Allan.
Hampir 370 ribu PRT bekerja di Hong Kong. Sebagian besar mereka perempuan miskin berasal dari Filipina dan Indonesia yang bekerja berat namun menerima upah rendah dan hidup dalam kondisi yang memprihatinkan.