TEMPO.CO, Jakarta - Militer Amerika Serikat menarik pasukannya dari Libya pada Ahad karena situasi ibu kota Tripoli semakin memanas.
"Realitas keamanan di lapangan di Libya tumbuh semakin kompleks dan tidak dapat diprediksi," kata Jenderal Korps Marinir Thomas Waldhauser, kepala Komando AS di Afrika, dikutip dalam laporan CNN, 8 April 2019.
"Bahkan dengan penyesuaian pasukan, kami akan terus siaga dalam mendukung strategi AS yang ada," katanya.
Baca: Amerika Menolak Serangan Terhadap Tripoli Libya
Pasukan Amerika, yang memberikan dukungan militer untuk misi diplomatik, kegiatan kontraterorisme dan meningkatkan keamanan regional, telah dipindahkan sementara sebagai respon meningkatnya bentrokan senjata.
Kolonel Chris Karns, juru bicara Komando AS di Afrika, menegaskan bahwa pergerakan pasukan tidak akan mempengaruhi kemampuan pasukan untuk menanggapi ancaman dan target.
"Untuk alasan keamanan, saya tidak akan menentukan di mana pasukan ini akan dipindahkan," kata Karns.
Baca: Perang Sipil Libya, Pasukan Jenderal Haftar Rebut Kamp Militer
"Adalah penting (bahwa) kelompok, seperti ISIS, tidak memiliki peta yang tepat tentang keberadaan kami, tetapi sebaliknya kami menggunakan sumber daya kami yang terbatas di benua itu untuk menyesuaikan dengan cepat, efisien, dan menggunakan efek maksimum," tambahnya.
Anggota Tentara Nasional Libya (LNA), diperintahkan oleh Khalifa Haftar, keluar dari Benghazi untuk memperkuat pasukan yang maju ke Tripoli, di Benghazi, Libya 7 April 2019. [REUTERS / Esam Omran Al-Fetori]
Pertempuran sporadis selama bertahun-tahun di negara yang dilanda perang telah mencapai puncaknya dalam beberapa hari terakhir ketika Jenderal Khalifa Haftar memerintahkan pasukannya untuk mengambil kendali ibu kota.
Pada Ahad, Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Haftar mengatakan, pihaknya telah meluncurkan serangan udara yang menargetkan pasukan yang didukung PBB di Tripoli selatan.
Baca: Pasukan Pemerintah Libya Siapkan Serangan Balik
Hari Senin, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan Amerika Serikat meminta Tentara Nasional Libya yang setia kepada Jenderal Khalifa Haftar untuk menghentikan ofensifnya di Tripoli.
"Amerika Serikat sangat prihatin tentang pertempuran di dekat Tripoli. Kami telah menjelaskan bahwa kami menentang serangan militer oleh pasukan Khalifa Haftar dan mendesak penghentian segera operasi militer ini terhadap ibukota Libya. Pasukan harus kembali ke posisi status quo ante," kata Mike Pompeo, dikutip dari Sputnik.
Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor
Kontrol atas Libya tetap terpecah setelah konflik bertahun-tahun setelah pemberontakan yang didukung NATO berakhir dengan pembunuhan mantan kepala negara, Muammar Gaddafi.
Sejak itu, tidak ada satu pun pemerintah pusat di Libya meskipun negosiasi baru-baru ini oleh beberapa pihak, Pemerintah yang didukung oleh Persetujuan Nasional (GNA).
Ketegangan di Libya meningkat setelah 4 April, ketika Tentara Nasional Libya (LNA), yang dipimpin oleh Khalifa Haftar, eks perwira dan orang dekat Gaddafi, memulai serangan merebut Tripoli.
Baca: Dunia Serukan Jenderal Khalifa Haftar Hentikan Perang di Libya
Saat menuju Tripoli, LNA merebut beberapa permukiman dan pada saat yang sama, perdana menteri GNA memerintahkan pasukan untuk menggunakan kekuatan militer jika perlu untuk menghalau.
Ahad malam, kementerian kesehatan GNA melaporkan bahwa bentrokan di bagian selatan Tripoli telah mengakibatkan 11 orang tewas dan 23 lainnya luka-luka. Namun kementerian tidak mengklarifikasi apakah korbannya adalah warga sipil atau tentara. Sebelumnya, kementerian kesehatan GNA mengatakan bahwa setidaknya 21 tewas dan 27 lainnya luka di ibu kota Libya.