TEMPO.CO, London – Pejabat di kedutaan besar Ekuador di London, Inggris, mengatakan negara itu belum memutuskan untuk mengeluarkan Assange dari dalam gedung kedutaan.
Baca:
Pernyataan ini muncul menanggapi cuitan Assange bahwa dia terancam diusir keluar dari dalam gedung kedutaan.
“Akan menjadi hari yang menyedihkan bagi demokrasi jika Inggris dan pemerintah Ekuador bersedia menjadi perpanjangan tangan pemerintahan Trump untuk menuntut seorang penerbit karena mempublikasikan informasi yang benar,” begitu pernyataan dari tim Wikileaks seperti dilansir Euronews pada Sabtu, 6 April 2019.
Baca:
Secara terpisah, pejabat kementerian Luar Negeri Ekuador mengatakan bahwa Assange dan Wikileaks telah bersikap tidak berterima kasih dan tidak menghormati negara itu, yang telah memberikan perlindungan di gedung kedubes.
Ini terkait pernyataan yang dilontarkan Assange dan Wikileaks bahwa pria asal Australia itu bakal diserahkan kepada otoritas Inggris.
“Ekuador telah membayar secara signifikan biaya tinggalnya dan mengalami perlakuan kasar,” kata kemenlu Ekuador.
Sekitar 20 media dari berbagai media besar global berkumpul di seberang kedubes Ekuador termasuk sejumlah stasiun televisi.
Baca:
Sebuah truk mendukung Assange diparkir di depan gedung kedubes Ekuador dengan tulisan “kebebasan berpendapat, kecuali kejahatan perang”.
Menurut pernyataan dari tim legal Wikileaks, upaya pengusiran Assange akan melanggar undang-undang internasional mengenai pengungsi dan juga serangan kepada PBB. Ini karena PBB berulang kali mendesak Assange agar bisa beraktivitas bebas.
Assange, seperti dilansir Reuters, telah tinggal di dalam gedung kedubes sejak 2012 setelah meminta perlindungan dari keputusan seorang hakim Inggris. Hakim itu memutuskan Assange harus diekstradisi ke Swedia karena terlibat serangan seksual.
Otoritas hukum Swedia telah mencabut tuduhan serangan seksual itu pada 2017. Namun, Assange masih berlindung di dalam kedutaan Ekuador karena terkena tuduhan baru melakukan espionase. Dia merasa khawatir diekstradisi ke AS untuk menghadapi dakwaan telah mempublikasikan dokumen sensitif milik pemerintah AS di situs Wikileaks. Ini terkait dokumen AS terkait invasi ke Irak dan Afganistan.