TEMPO.CO, Putrajaya – Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengatakan akan membahas sejumlah masalah bilateral yang belum terselesaikan dengan PM Singapura, Lee Hsien Loong, dalam pertemuan keduanya pada pekan depan.
Baca:
“Termasuk soal air, soal dana sentral, perbatasan maritim, apa wilayah laut Singapura? Apa wilayah laut Malaysia? Penerbangan di wilayah perbatasan kita, siapa yang akan mengontrolnya,” kata Mahathir mengenai rencana pertemuan keduanya pada 8 dan 9 April 2019 seperti dilansir Channel News Asia pada Jumat, 5 April 2019.
Mahathir melanjutkan,”Semua masalah ini akan dibahas secara bershabat. Kami tidak akan mengkonfrontasikannya. Tapi saya meyakini bahkan Singapura memahami perlunya harga baru untuk air,” kata Mahathir.
Baca:
Pada pertemuan kedua pemimpin pada November 2018, Mahathir dan Lee berbeda pandangan mengenai hak untuk mengkaji ulang harga air seperti tercantum dalam Perjanjian Air 1962.
Pemerintah Singapura berkukuh Malaysia telah kehilangan hak untuk mengkaji ulang harga air.
Perjanjian Air 1962, yang bakal habis masa berlakunya pada 2061, menyatakan Singapura bisa mengambil air sebanyak 250 juta galon per hari dari Sungai Johor.
Singapura membayar tiga sen per seribu galon air mentah. Lalu, Singapura menjual kembali air olahan ke Johor dengan harga 50 sen per seribu galon.
Baca:
Mahathir juga menjawab mengenai apakah Malaysia berusaha mendapat lebih banyak uang repatriasi dari Singapura terkait kasus 1Malaysia Development Berhad.
“Kami harus mengandalkan informasi dari Singapura. Uang itu akan dikembalikan setelah Singapura melakukan investigasi,” kata dia.
Pemerintah Malaysia akan menerima uang repatriasi asalkan itu terkait dengan dana milik 1MDB. “Kami tidak bisa menerima uang yang bukan milik kami,” kata dia.
Sehari sebelumnya, Mahathir mengatakan salah satu alasan Putrajaya bisa mengurangi utang negara secara signifikan karena adanya penemuan uang dalam jumlah banyak yang sempat hilang dan tersimpan oleh Singapura.
Baca:
Pada 2016, otoritas Singapura menyita uang sebanyak 240 juta dolar Singapura atau sekitar Rp2.5 triliun dalam bentuk tunai dan properti sebagai hasil dari investigasi kasus 1MDB.
Pada September 2018, sebuah pengadilan Singapura memerintahkan pengembalian uang sebanyak sekitar 15.3 juta dolar Singapura atau sekitar Rp160 miliar ke Malaysia.
Dalam kasus 1MDB ini, seperti dilansir Malay Mail dari Malaysia, bekas PM Najib Razak mulai menjalani persidangan dengan ancaman hukuman penjara maksimal. Dia diduga menggunakan uang dari anak perusahaan 1MDB untuk belanja renovasi rumah dan keperluan pribadi lainnya.