TEMPO.CO, Wellington – Dokter bedah mengatakan peluru yang digunakan pelaku serangan teror di Selandia Baru dirancang untuk pecah dan merobek tubuh saat mengenai korban. Ini menimbulkan luka serius yang memerlukan penanganan operasi berulang kali untuk menyelamatkan pasien.
Baca:
Luka akibat tembakan peluru bertenaga besar ini akan membuat banyak korban selamat mengalami disabilitas seumur hidup baik secara fisik dan emosional.
Ahli bedah dan spesialis unit darurat, James McKay, mengatakan ini sambil menyajikan sejumlah gambar luka dari korban penembakan pelaku serangan teror di Selandia Baru, yaitu Brenton Harrison Tarrant, kepada parlemen negara itu.
“Pemaparan Mckay ini membuat sejumlah politisi merasa sedih dan nyaris menangis,” begitu dilansir Stuff pada Kamis, 4 April 2019.
McKay merupakan dokter bedah siaga pada saat terjadinya serangan teror di Selandia Baru, yang menyasar jamaah salat Jumat di masjid Al Noor dan Linwood. 50 orang meninggal akibat tembakan senjata semi-otomatis AR-15 yang digunakan pelaku. 39 orang lainnya terluka dan menjalani perawatan medis.
Baca:
McKay hadir di parlemen dalam pembahasan amandemen Undang-Undang Senjata terkait pelarangan senjata api, magazin dan komponen senjata.
Amandemen ini mendapat dukungan dari Royal Australiasian College of Surgeons, yang melihat UU itu sebagai isu kesehatan dan keamanan publik. “Mereka meminta adanya pendaftaran nasional senjata dan proses perizinan yang lebih ketat,” begitu dilansir Stuff.
McKay menjelaskan ada 48 korban penembakan dalam keadaan kritis dibawa ke rumah sakit dalam waktu kurang dari satu jam. Para korban terkena tembakan peluru berkecepatan tinggi.
Baca:
“Tujuan utama dari penembakan ini adalah untuk membunuh atau menimbulkan luka separah mungkin,” kata McKay seperti dilansir NZ Herald.
Para korban mengalami luka serius pada dada dan pembuluh darah besar, yang membutuhkan operasi berulang kali untuk menyelamatkannya.
Ada sejumlah korban yang mengalami patah tulang akibat tembakan dan membutuhkan terapi antibiotik. Sedangkan luka pada syaraf terutama di tulang belakang membutuhkan proses operasi yang lama untuk rekonstruksi. “Beberapa korban akan mengalami disabilitas signifikan hingga penuh,” kata dia.
Ini adalah sebagian wajah para korban penembakan dalam serangan teror Selandia Baru oleh Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, yang mendukung supremasi kulit putih. TVNZ
Sejumlah pasien mengalami luka yang terkontaminasi dan perlu segera di bersihkan dengan menghilangkan obyek asing yang masuk ke tubuh. Ini membutuhkan operasi berulang kali.
Baca:
Menurut McKay, sejumlah korban mengalami otot yang mati akibat ledakan peluru dan ini bertambah buruk jika terkena peluru hampa.
“Peluru itu didesain untuk pecah pada saat mengenai sasaran dan menyebabkan luka otot yang maksimal. Sepertinya, peluru-peluru ini juga digunakan pada serangan 15 Maret,” kata dia.
Menurut ahli bedah Orthopaedic, Richard Landon, yang juga direktur eksekutif bedah, ini adalah isu keamanan publik. “Penting bagi parlemen untuk membuat undang-undang untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi warga masyarakat,” kata dia terkait aksi teror di Selandia Baru.