TEMPO.CO, Jakarta - Terduga pelaku penembakan massal di kota Christchurch, Selandia Baru, Brenton Tarrant, 28 tahun, akan dihadapkan ke persidangan pada Jumat pagi, 5 April 2019 lewat sebuah layar video conference, waktu setempat. Tarrant saat ini ditahan di sebuah penjara di kota Auckland, Selandia Baru.
Dikutip dari aljazeera.com, Kamis, 4 April 2019, dalam persidangan ini Tarrant akan menggunakannya untuk mengajukan pembelaan. Jika tidak, sesi dengar akan digunakan untuk menentukan tanggal kehadirannya secara fisik di pengadilan, termasuk kemungkinan tanggal persidangan berikutnya.
Baca: Lembaga Intelijen Global Investigasi Teror di Selandia Baru
Sel penjara Brenton Tarrant.[NZ Herald/News.com.au]
Baca: Selandia Baru Larang Seluruh Jenis Senjata Semi-Otomatis
Ini adalah kedua kalinya Tarrant dimunculkan ke pengadilan dalam tempo tiga pekan setelah serangan penembakan massal dilakukan. Pemerintah Selandia Baru ingin kasus ini segera terungkap dan menginvestigasi bagaimana Tarrant bisa melancarkan serangan tanpa terendus.
Pada saat yang sama, pemerintah Selandia Baru juga ingin segera mensahkan undang-undang senjata yang baru. Rencananya, Selandia Baru akan melakukan sebuah sesi dengar kepada publik untuk mempercepat penerapan undang-undang pengendalian senjata yang baru. Diharapkan undang-undang ini bisa diloloskan pada 11 April 2019.
Tarrant adalah warga negara Australia yang melakukan penembakan massal pada 15 Maret 2019 di dua masjid di kota Christchurch. Dalam persidangan pertama, dia telah dituntut melakukan tindak pembunuhan terhadap 50 orang. Namun kepolisian mengatakan ada satu orang masuk dalam daftar korban tewas, tetapi dia masih hidup.
Jika Tarrant dinyatakan bersalah, itu artinya dia akan menjadi narapidana pertama di Selandia Baru yang divonis hukuman seumur hidup tanpa kemungkinan mendapatkan pengampunan.
Terkait serangan penembakan ini, Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern, juga akan menetapkan kerangka acuan untuk penyelidikan besar-besaran dan independen. Penyelidikan diantaranya meliputi badan-badan keamanan Selandia Baru, polisi serta jaringan media sosial. Undang-undang soal ujaran kebencian pun akan dievaluasi. Tarrant selama ini tak pernah ada dalam daftar orang-orang yang dipantau oleh pemerintah Selandia Baru dan Australia.