TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin Gereja Katolik sejagat, Paus Fransiskus menandatangani draf undang-undang yang mewajibkan para imam senior dan Kedutaan Vatikan di seluruh dunia untuk melaporkan setiap dugaan pelecehan seksual yang dialami anak-anak. Gagal melaporkan, maka hukumannya berupa pemecatan, denda, dan penjara.
Undang-undang ini juga memberikan bantuan bagi korban dan keluarga korban. Juga memberikan perlindungan terhadap orang dewasa yang rentan.
Baca: 7 Kasus Pelecehan Seksual Terbesar Gereja Katolik
Mengutip Reuters, Jumat, 29 Maret 2019, undang-undang ini merupakan yang pertama kali mengatur secara detil dan utuh tentang kebijakan perlindungan anak-anak oleh Vatikan dan seluruh kedutaannya serta universitas yang berada di luar Vatikan.
Undang-undang ini juga menentukan prosedur untuk melaporkan dugaan kejahatan, mewajibkan lebih ketat menyaring calon karyawan, dan menetapkan pedoman secara ketat mengatur interaksi orang dewasa dengan anak-anak dan penggunana media sosial.
Baca: Paus Fransiskus Minta Pelaku Pelecehan Seksual Menyerahkan Diri
"Undang-undang yang membuat bahkan seorang anak lebih aman seharusnya disambut," kata Anne Barrett Doyle, organisasi yang menjejaki kejahatan para imam gereja di Amerika Serikat dengan situsnya, BishopAccountability.org.
Menurutnya, Paus Fransiskus telah sangat berani melakukan reformasi dengan melakukan perubahan secara universal Hukum Gereja.
Baca: Paus Fransiskus Tiba di Irlandia, Bertemu Korban Pelecehan Seks
Kredibilitas Gereja Katolik telah ternoda di berbagai belahan dunia oleh karena skandal pelecehan seksual anak di Irlandia, Cili, Australia, Prancis, Amerika Serikat, Polandia, Jerman, dan negara lainnya.
Paus Fransiskus mengundang para imam senior di seluruh dunia untuk bertemu di Vatikan pada Februari lalu guna membuat strategi mengakhiri pelecehan seksual anak. Sejumlah korban mengatakan pertemuan itu hanya mengulangi janji-janji sebelumnya.