TEMPO.CO, Jakarta - Veteran Perang Dunia II rela naik empat bus untuk ikut pawai mendukung Muslim dan mengenang korban teror penembakan di Christchurch, Selandia Baru.
Menurut laporan Radio NZ, dikutip 28 Maret 2019, John Sato, pria berusia 95 tahun dari Auckland mengaku, berganti empat bus untuk menghadiri pawai menentang rasisme pasca-teror di Christchurch.
John mengaku dirinya hidup tenang di lingkungan yang nyaman, dengan rutinitas mendengar musik klasik favoritnya dan opera di radioa. Namun, setelah mendengar kabar penembakan di Christchurch, dia tidak bisa tidur.
Baca: Gedung Tertinggi di Dunia Pajang Foto PM Selandia Baru
"Saya sering terjaga tiap malam. Saya tidak bisa tidur nyenyak sejak itu. Saya sangat sedih. Kalian bisa merasakan penderitaan orang lain," katanya.
John Sato mengaku dirinya keturunan Eurasia. Ayahnya adalah orang Skotlandia dan ibunya dari Jepang.
Istrinya meninggal 15 tahun lalu meninggalkan putri satu-satunya yang lahir tuna netra tapi sangat berbakat yoga. Sayangnya, putrinya juga meninggal tahun lalu.
Baca: Perempuan di Selandia Baru Diminta Berkerudung Jumat Ini, Kenapa?
Menurutnya, penderitaan adalah bagian dari kehidupan dan sangat penting orang-orang untuk menjaga satu sama lain apapun latar belakang budaya atau etnis mereka.
"Saya pikir ini adalah tragedi, tetapi memiliki sisi lain. Tragedi ini telah menyatukan orang-orang, tidak peduli apa ras mereka atau apa pun. Orang-orang tiba-tiba menyadari kita semua adalah satu. Kita saling peduli,' katanya.
John Sato.[Liu Chen / RNZ]
Ketika Sato mendengar peringatan penembakan di seluruh Selandia baru pasca-teror Christchurch, dia langsung memeriksa masjid di Pakuranga yang tak jauh dari rumahnya.
Dia meninggalkan kediamannya di Howick pada pukul 10 pagi, dan naik bus ke Pakuranga. Kemudian dia memutuskan ke balai kota. Setelah dua kali transit bus dia tiba.
Baca: Pelaku Serangan Teror di Selandia Baru Terkait Grup di Austria
Saat tiba di Aotea Square, orang-orang yang melihatnya membantunya. Bahkan seorang polisi memberinya sebotol air dan mengantarnya pulang.
"Seorang polisi mengantar saya pulang, menunggu di bawah sampai dia melihat saya naik tangga. Tragedi di Christchurch, membawa sesuatu kepada orang-orang. Tragedi itu membuktikan rasa kemanusiaan," ujar Sato.
Baca: Geng Motor Selandia Baru Siap Jaga Tiap Masjid saat Salat Jumat
Sato muda adalah tentara di angkatan darat Selandia Baru selama Perang Dunia II melawan Jepang. Menurut pengakuannya, dia adalah satu dari dua tentara Kiwi-Jepang di angkatan darat.
Menurut veteran Perang Dunia II itu, teror penembakan di Christchurch, Selandia Baru, bukan hanya sekadar tragedi, namun peristiwa yang membuat orang-orang lebih memaknai apa yang terjadi.