TEMPO.CO, Jakarta - Teror penembakan di Christchurch mengindikasikan bagaimana intelijen Selandia Baru gagal mencegah aksi teror yang menewaskan 50 orang.
Brenton Tarrant, pria Australia 28 tahun, lolos dari pantauan otoritas keamanan Selandia Baru.
Dikutip dari Aljazeera, 26 Maret 2019, pengamat berpendapat itu terkait dengan normalisasi pandangan anti-imigran dan Islamofobia oleh politisi dan outlet media di seluruh dunia, termasuk di Selandia Baru.
Baca: Lembaga Sensor Selandia Baru Larang Manifesto Brenton Tarrant
Terhitung sedikit detail yang muncul tentang Tarrant, yang mengaku terinspirasi untuk melakukan pembantaian setelah melihat "invasi" Prancis oleh para imigran pada 2017 dan menyerukan agar Museum Hagia Sophia Turki dibebaskan dari menara-menara masjidnya.
Namun, ia terhubung ke jaringan sayap kanan global atau Alt-right, berdasarkan jejak di 8chan, sebuah situs forum sayap kanan yang sering membahas pandangan ekstrem sayap kanan.
Pelaku serangan teror di Selandia Baru, Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, menggunakan senapan semiotomatis untuk menembaki jamaah dua masjid di Kota Christchurch pada Jumat, 15 Maret 2019. 50 orang tewan dan 48 orang terluka. Heavy
Alt-right adalah istilah umum untuk sejumlah pandangan politik yang membentang sepanjang spektrum dari ujung kanan konservatisme arus utama sampai pada supremasi kulit putih yang pro-kekerasan.
Secara garis besar, Alt-right adalah nasionalis anti-imigran, Islamofobia dan supremasi kulit putih.
Ketiga poin narasi ditampilkan secara mencolok dalam manifesto yang diduga diterbitkan oleh Tarrant di menit-menit sebelum penembakan di masjid.
Dokumen setebal 74 halaman, yang mengecam imigran sebagai penjajah yang bertanggung jawab atas genosida kulit putih, dikirim ke politisi, termasuk Ardern, sementara rekaman serangan senjata disiarkan langsung di Facebook.
Ini bukan pertama kalinya Tarrant diyakini menyebarkan pesan kebencian. Pada hari-hari sebelum serangan, akun online yang diduga terkait dengan tersangka juga mengedarkan gambar supremasi kulit putih dan pesan merayakan kekerasan terhadap Muslim dan minoritas.
Laporan media lokal juga mengklaim dia membuat unggahan rutin bernada rasis di Facebook.
SULIT DILACAK