TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan ribu masyarakat Aljazair turun ke jalan pada Jumat, 22 Maret 2019 waktu setempat, menuntut agar Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika, melepaskan jabatan. Kendati dilakukan oleh ratusan ribu orang, aksi jalan ini berlangsung damai.
Dikutip dari reuters.com, 23 Sabtu 2019, aparat kepolisian hanya menggunakan gas air mata untuk mengamankan kasus tertentu seperti menghentikan massa agar tidak mendekati istana kepresidenan. Aksi jalan ini tidak berhenti kendati hujan turun dengan lebat dan cuaca dingin.
Baca: Aljazair Denda Toko yang Tutup pada Idul Fitri
Para demonstran berjalan sambil membawa bendera nasional Aljazair menuju jantung kota. Aksi turun ke jalan pada Jumat ini menggenapkan sebulan aksi protes menuntut mundur Presiden Bouteflika.
"Kami tinggal di sini hingga seluruh sistem berjalan dengan baik," kata Mahmoud Timar, 37 tahun, guru, yang ikut melakukan aksi turun ke jalan bersama ratusan ribu orang lainnya.
Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika saat upacara pelantikan di Aljir 28 April 2014.[REUTERS/Ramzi Boudina]
Baca: Presiden Aljazair Ditolak Ikut Pilpres Setelah 4 Kali Menjabat
Presiden Bouteflika, 82 tahun, sudah jarang muncul ke publik sejak dia terserang stroke lima tahun silam. Namun pada akhir pekan lalu, Bouteflika tampil ke hadapan publik dan memberikan salam dengan cara membungkukkan badan di depan para demonstran. Dia mengatakan tidak akan lagi mencalonkan diri sebagai presiden untuk kelima kalinya.
Bouteflika, 82 tahun, menjadi orang nomor satu di Aljazair sejak 1999. Dalam pernyataannya, dia siap berhenti sebagai kepala negara, namun akan tetap tinggal di istana kepresidenan sampai konstitusi baru diadopsi. Sikap Bouteflika ini semakin membuat masyarakat Aljazair marah, dan banyak sekutu Bouteflika berbalik menentangnya.
"Kami hampir dekat menuju kemenangan. Sistem sudah terbelah," kata Rachid Zemmir, 55 tahun, pemilik restoran.
Aksi turun ke jalan terjadi di kota-kota lain di aljazair seperti Serif, El Oued dan Skikda. Bouteflika memiliki rekam jejak mengatasi siapa pun yang dianggap sebagai ancaman. dia menjadi Presiden terpilih pertama Aljazair pada 1999, setelah merebut kekuasaan dari pembentukan rahasia militer atau yang dikenal dengan sebutan "le pouvoir"