TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Shamima Begum, 19 tahun, istri militan ISIS semakin luas menarik perhatian publik internasional, terutama setelah putra ketiganya yang berusia tiga pekan meninggal pada Jumat, 9 Maret 2019 lalu.
Begum memohon agar diizinkan pulang ke negaranya untuk membesarkan putranya. Sebab dua anak Begum meninggal di kamp pengungsian. Namun keinginan itu tak dikabulkan karena Begum dinyatakan telah kehilangan status kewarganegaraanya.
Begum adalah warga negara Inggris keturunan Bangladesh yang kabur ke Suriah pada usia 15 tahun bersama dua teman perempuannya. Dia menikah dengan Yago Riedijk, 27 tahun, warga negara Belanda yang menjadi militan ISIS. Berikut perjalanan Begum hingga kisahnya tercium media.
Baca: Bayi Shamima Begum Istri Militan ISIS Meninggal
1. Kabur dari rumah
Begum diketahui meninggalkan rumahnya di London pada Februari 2015 bersama dua teman sekolahnya bernama Kadiza Sultana dan Amira Abase. Mereka terbang menuju Raqqa, Suriah, sebuah wilayah yang ketika itu dikuasai ISIS
Ahmed Ali, ayah Begum, tak mengetahui kalau putrinya punya fikiran radikal sebelum dia kabur meninggalkan rumah. Namun begitu, dia berjanji memaafkan putrinya.
2. Menikah
Begum yang ketika itu masih 15 tahun memutuskan menikah dengan Riedijk. Pernikahan terjadi beberapa hari setelah Begum tiba di negara yang sedang di kecamuk perang itu.
Baca: Bayi Shamima Begum Meninggal, Inggris Dikecam
3. Ingin pulang
Begum meneriakkan keinginannya kepada wartawan untuk pulang ke London, Inggris, setelah dua anaknya meninggal di kamp pengungsian. Dia meyakinkan otoritas di Inggris kalau dia bukan sebuah ancaman dan keinginannya untuk pulang semata untuk membesarkan putranya di lingkungan yang bersih.
4. Kehilangan status kewarganegaraan
Ribuan orang di Inggris menyerukan agar Begum tak diizinkan pulang ke Inggris. Namun status kewarganegaraan Inggris yang masih disandangnya saat itu membuat situasi ini semakin komplek.
Di bawah undang-undang Inggris, pemerintah bisa mencabut kewarganegaraan seseorang jika hal ini baik untuk situasi keamanan masyarakat. Namun hal ini hanya boleh dilakukan jika orang tersebut memiliki dwi kewarganegaraan sehingga orang tersebut masih memiliki kewarganegaraan lain. Begum berkeras, dia tak memiliki kewarganegaraan Bangladesh
Kendati begitu upaya hukumnya mandek karena sejak 2015 Inggris boleh melarang seseorang memasuki negara itu setelah lebih dari dua tahun tak berhubungan dengan otoritas Inggris. Aturan ini diberlakukan untuk melindungi masyarakat Inggris secara luas dari warga Inggris lainnya yang diduga terkait aktivitas terorisme di luar negeri.
Menteri Dalam Negeri Inggris Sajid Javid melalui suratnya kepada keluarga Begum mengkonfirmasi pihaknya telah mencabut kewarganegaraan Begum. Ayah Begum meminta maaf kepada masyarakat Inggris karena kesalahan yang telah diperbuat oleh putrinya.