TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad memperingatkan Filipina agar tidak jatuh dalam jebakan utang Cina.
"Jika anda meminjam uang dalam jumlah kepada dari Cina dan anda tidak sanggup melunasinya, ketika orang itu sebagai peminjam, maka ia berada di bawah kendali pemberi pinjaman. Jadi, kita harus sangat berhati-hati tentang itu," kata Mahathir kepada wartawan dalam kunjungan kerja 2 hari di Filipina, seperti dilansir dari Straits Times, Jumat, 8 Maret 2019.
Menurut Mahathir, Filipina harus mengatur atau membatasi pengaruh Cina.
Baca: Wawancara Mahathir Mohamad: Utang kepada Cina Terlalu Besar
Mahathir sebelumnya telah bersumpah untuk merenegosiasi atau bahkan membatalkan kesepakatan infrastruktur yang tidak adil dengan Cina semasa Najib Razak sebagai perdana menteri Najib Razak.
Sri Lanak juga mengalami jebakan utang Cina saat gagal membayar utangnya dengan menguasai 2 pelabuhan terbesar negara itu.
Presiden Rodrigo Duterte telah meminta beberapa investor Cina membantu pendanaan sebesar US$ 108 miliar untuk progam pembangunan jalan bebas hambatan, rel kereta bandara, dan jembatan untuk 10 tahun ke depan.
Baca: Mahathir: Perlu Bukti Selidiki Dugaan Keterlibatan Cina di 1MDB
Menteri Keuangan Filipina Carlos Domingues menepis peringatan Mahathir dengan mengatakan hal seperti itu tidak akan terjadi di Filipina.
Dominguez beralasan, besaran pinjaman Filipina terhadap Cina hanya 4.5 persen dari total utang hingga Duterte mundur sebagai presiden pada tahun 2022.
Selain memperingatkan soal jebakan pinjaman Cina, Mahathir juga mengingatkan Filipina untuk tidak membiarkan masuknya pekerja migran Cina dalam jumlah besar karena akan menganggu kesetaraan di bidang politik.
Baca: Mahathir Kritik Pemerintahan Najib Ingin Jual Malaysia ke Cina
"Selama mereka bukan menjadi penduduk tetap, ini tidak akan membahayakan Filipina. Namun jika jumlah orang asing sangat besar datang untuk tinggal dan menetap di satu negara atau bahkan mempengaruhi perekonomian, maka anda harus memikirkan kembali, apakah ini baik atau buru atau pembatasan yang harus kami lakukan pada mereka," kata Mahathir.
Saat ini sedikitnya 200 ribu warga Cina berada di Manila sejak Duterte memenangkan pemilihan pada 2016. Kebanyakan mereka sebagai tenaga kerja di perusahaan-perusahaan gaming online untuk melayani para pemain yang juga warga Cina.