TEMPO.CO, Jakarta - Maskapai Malaysia Airlines atau MAS gagal memenuhi target laba untuk untuk tahun ketiga, sehingga disarankan untuk ditutup.
MAS yang sejak tahun 2014 mengikuti privatisasi telah merugi meski beberapa kali berusaha diselamatkan.
Baca: Ini Dia Penumpang Gelap Malaysia Airlines
Selain disarankan untuk ditutup, sejumlah analis juga menyarankan MAS dijual kepada pihak yang berminat atau dilakukan spin off untuk beberapa divisi bisnis MAS.
"MAS harus ditutup. Tidak ada alasan ekonomi atau keuangan untuk mempertahankannya dalam kondisi saat ini. Bisnis yang merugi tidak dapat terus dipertahankan," kata Shukor Yusof, pendiri perusahaan konsultan maskapai berkantor di Malaysia, Endau Analytics, seperti dilansir The New Straits Times, Kamis, 7 Maret 2019.
Baca: Malaysia Airlines Pecat 6.000 Karyawan
Yusof mengatakan, MAS dijual merupakan pilihan terbaik. Kemudian, aset-asetnya seperti pesawat dan properti dapat dijual untuk membayar utang. Sementara seluruh karyawannya dapat dipekerjakan di maskapai lainnya seperti Malindo Airways atau AirAsia.
"Yang lebih penting dalam pandangan saya adalah meminta pertanggungjawaban dari orang-orang yang menghancurkan MAS. Harus ada akuntabilitas," kata Yusof.
Analis maskapai penerbangan di Maybank Investment Bank Bhd, Mohshin Aziz mendukung MAS ditutup. Menurutnya, opsi menutup operasional MAS adalah cara terbaik setelah selama beberapa tahun gagal membukukan laba.
Baca: Pilot Malaysia Airlines Bawa Penumpang ke Kokpit
"Haruskah Malaysia punya maskapai nasional? Argumen itu menjadi semakin melemah karena kami telah beberapa kali menalangi," ujar Aziz.
Sejak maskapai Malaysia Airlines dilarang melantai di bursa dari tahun 2015 sampai 2017, MAS telah mencatat kerugian 2,3 miliar ringgit Malaysia, seiring dengan melemahnya nilai ringgit dan mahalnya harga bahan bakar pesawat.