Peneliti Tom Fowdy, yang mendirikan sebuah kelompok yang mempromosikan pariwisata dan hubungan budaya di Korea Utara, mengatakan ia telah melihat Istana Kumsusan ditutup karena alasan renovasi yang tidak dijelaskan. Dia mengatakan pemeliharaan mayat Kim Il Sung dan Kim Jong-il masih menjadi misteri.
"Meskipun jelas metodologi itu berasal dari Rusia, itu akan dirahasiakan," katanya.
Beberapa ahli mengatakan Cina, yang mengandalkan ilmuwannya sendiri untuk membalsem Mao Zedong karena ketegangan antara Beijing dan Moskow pada saat itu, mungkin telah mengajar atau membantu Korea Utara.
Pengunjung ke Istana Kumsusan di Pyongyang akan melewati koleksi seperti kapal pesiar pribadi Kim Jong Il dan komputer Apple yang pernah dimiliki oleh diktator, sebelum diminta untuk membungkuk tiga kali ke tubuh.
"Politik pribadi dinasti Kim melebihi yang lainnya," kata Fowdy.
Mempertahankan simbol peringatan adalah prioritas utama dalam daftar anggaran pemerintah Korea Utara.
Tidak jelas berapa banyak biaya yang dihabiskan Korea Utara untuk merawat tubuh kakek dan ayah Kim Jong Un.
Ketika Rusia merilis biaya pelestarian mayat Vladimir Lenin untuk pertama kalinya pada tahun 2016, dilaporkan hampir US$ 200.000 atau Rp 2,8 miliar.
Kim Jong Un memberi hormat pada tubuh Kim Jong-il yang dibalsem.[The Telegraph]
Awalnya pembalseman dilihat sebagai tradisi untuk bergabung dengan berbagai negara ke komunisme internasional, sebagaimana diwujudkan terhadap Lenin.
Tetapi seiring dengan perkembangan politik Vietnam dan Korea Utara, mereka memiliki pesan politik lain, demikian pula makna yang melekat pada pelestarian tubuh para pemimpin.
Baca: Perkuat Kesetiaan Kader, Partai Komunis Cina Gunakan VR
"Hari ini makna asli dari mayat-mayat ini telah berubah, seperti di Vietnam tubuh Ho Chi Minh hari ini adalah perjuangan anti-kolonial untuk kemerdekaan dan bahkan untuk nasionalisme baru, lebih dari sekadar untuk komunisme, sementara di Korea Utara kedua tubuh Kim mewakili negara mandiri yang diorganisasikan di sekitar satu pemimpin sebagai perlawanan terhadap negara imperialis," kata Alexei Yurchak.