TEMPO.CO, Jakarta - Korea Utara terancam krisis pangan dan kelaparan karena kekurangan pangan 1,4 juta ton pada 2019. Akibatnya, Korea Utara terpaksa mengurangi hampir setengah jatah pangannya.
Korea Utara menyebut cuaca buruk, kekeringan dan banjir, serta sanksi PBB sebagai penyebab kekurangan pangan.
Krisis pangan ini terungkap dalam dua halaman memo yang diperoleh Reuters, 22 Februari 2019.
Baca: Diembargo Dunia, Ini Nasib Ekonomi Korea Utara
Fakta ini terungkap bertepatan dengan pertemuan puncak Kim Jong Un dan Donald Trump, di mana Washington terus menekan Korea Utara melakukan langkah nyata denuklirisasi.
Baca Juga:
15 anggota Dewan Keamanan PBB telah menekan Korut dengan sanksi sejak 2006 untuk memutus dana program rudal dan nuklir Pyongyang.
"Pemerintah DPRK meminta organisasi internasional untuk menanggapi krisis pangan," isi memo Korea Utara, sebagai tindak lanjut dari penilaian bersama dengan Program Pangan Dunia (WFP) antara 26 November dan 7 Desember 2018. Namun WFP menolak berkomentar.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un memeriksa bangkai babi sebelum diolah saat mengunjungi Peternakan Babi Thaechon di Korea Utara, 23 April 2017. KCNA/Handout via REUTERS
Memo mengungkap produksi pangan Korea Utara pada tahun lalu 4,951 juta, turun 503.000 ton dibanding 2017. PBB mengkonfirmasi angka ini ketika pemerintah Korut merillis data pada akhir Januari di mana komoditas pangan ini termasuk beras, gandum, kentang dan kedelai.
Korea Utara mengatakan akan mengimpor 200 ribu ton pangan dan panen dini 400 ribu ton, namun masih jauh dari yang diharapkan. Mengatasi hal ini, pemerintah akan memotong jatah harian 300 gram per orang, dari jatah 550 gram per orang.
Dalam memo-nya, Pemerintah Korea Utara menyalahkan cuaca buruk dan sanksi PBB yang berdampak pada material pertanian dan pasokan bahan bakar untuk sektor agrikultur.
Baca: Masih Terkena Sanksi Penuh Ekonomi, Korea Utara Kecam Amerika
Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan pejabat PBB dan kelompok bantuan di Korea Utara telah berdiskusi dengan pemerintah untuk menjamin ketahanan pangan dan mengambil tindakan menghindari krisis pangan.
Dujarric mengatakan PBB dan organisasi kemanusiaan hanya bisa membantu satu pertiga dari enam juta orang Korea Utara yang terancam kelaparan akibat krisis pangan, karena proposal US$ 111 juta (Rp 1,5 triliun) yang diajukan pada 2018 hanya tercukupi seperempatnya.