TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris pribadi Mao Zedong dan salah satu pemimpin Partai Komunis Cina paling keras bersuara, Li Riu meninggal dalam usia 101 tahun di rumah sakit di Beijing pada hari Sabtu, 16 Februari 2019.
Anak perempuan Li Riu, Li Nanyang menjelaskan ayahnya meninggal akibat sejumlah organ tubuhnya sudah tidak berfungsi disebabkan radang paru dan kanker saluran pencernaan. Radang paru dideritanya selama beberapa tahun. Ia menjalani perawatan di rumah sakit Beijing hingga wafat.
Baca: Kritik Mao Zedong, Profesor Cina Dipecat
Menurut South China Morning Post, Sabtu, 16 Februari 2019, Li bergaung dengan Partai Komunis lebih dari delapan dekade lalu dan membantu mendirikan lembaga kepemimpinan kolektif pasca Mao.
Di era kepemimpinan Xi Jinping, Li mungkin satu-satunya yang bersuara berbeda dalam elit penguasa. Dia berbicara di depan umum menentang kampanye untuk mempromosikan kultus individu di di sekliling presiden dan sejumlah kebijakan Maois.
Saat partai mengubah konstitusi Tiongkok tahun 2018 untuk menghapus batasan masa jabatan presiden, Li menyarankan ada paralelisme antara Mao dan Xi.
Li yang mengusulkan ada batas masa jabatan pejabat partai dan mendorong langkah-langkah pembatasan itu dan saling mengawasi memperkenalkan pemilihan pejabat pemerintah, pengadilan independen, hingga perlindungan kebebasan berpendapat. Usulan Li ini diterapkan di masa Den Xiaoping memimpin Cina.
"Negara seperti Cina menghasilkan orang-orang seperti Mao Zedong. Sekarang melahirkan Xi Jinping," ujar Li kepada surat kabar Hong Kong, Ming Pao pada Maret tahun lalu.
Baca: Umpat Mao Zedong 'Iblis', Pejabat Tinggi Cina Ini Dipecat
Pengamat Cina, Johnny Lau Yui-siu, teman Li selama lebih dari 3 dekade melukiskan Li sebagai khas komunis yang tulus di tahun-tahun awal pesta dan menjadi pengkhianat sejati bagi partai di tahun berikutnya.
Li Riu lahir tahun 1917, tujuh tahun setelah dinasti Qing jatuh. Lis merupakan aktivis sejak usia dini, memimpin protes melawan tuan tanah dan rezim Kuomintang saat duduk di bangku SMA di provinsi Hubei.
Semasa kuliha, Li ikut dalam gerakan menentang penjajahan Jepang terhadap Cina.
Pada tahun 1937, dia bergabung dengan partai Komunis di Yanan didorong oleh impian orang muda tentang kebebasan dan demokrasi serta melawan penguasa Kuomintang yang korup dan otoriter saat itu.
Beberapa tahun di Yanan, Li menjadi korban penganiayaan revolusioner. Ia disiksa dan dijebloskan ke penjara selama lebih dari satu tahun. Peristiwa ini merupakan pertemuan pertamanya dengan kebrutalan partai Komunis Cina.
Begitupun karir politik Li terbuka di tahun 1950-an. Pada tahun 1958 ia diambil oleh Mao menjadi sekretaris pribadinya.
Dalam beberapa tahun kemudian, Li mengkritik secara terbuka kebijakan radikal modernisasi Mao yang membuat kelaparan parah dan kematian sekitar 30 juta hingga 60 juta rakyat Cina.
Li menggambarkan Mao sebagai sosok yang remeh ketika kebijakan radikalnya sampai pada penderitaan dan jutaan kematian.
"Mao tidak memberi nilai pada kehidupan manusia. Kematian orang lain tidak ada arti baginya," tulis Li dalam bukunya.
Baca: Presiden Cina Xi Jinping, Mao Zedong Abad 21?
Li menulis sejumlah buku dan buku terakhirnya ditulis pada saat usianya memasuki 90 tahun. Memoir of Li Riu, Mao's Secretary: Chinese Communist Party is China's Problem diterbitkan pada tahun 2013.
Di dalam buku itu Li menyerukan rezim satu partai, satu pemimpin dan satu ideologi dirombak untuk memungkinkan keragaman yang lebih besar dalam masyarakat Cina.
Li di usia uzurnya memimpin 23 pejabat partai yang pensiun membuat imbauan terbuka bagi kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan mengakhiri penyensoran terhadap media. Pernyataan terbuka ini dibuatnya setelah aktivis demokrasi Liu Xiaobo diberi penghargaan Nobel Perdamaian. Liu meninggal dalam tahanan pada tahun 2017.
Maret lalu, Li Riu mengatakan ke koran Ming Pao tentang kekecewaannya dengan bangkitnya kembali ideologi dan kultus pribadi Maois, ajaran Mao Zedong, dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dilihatnya sebagai kemunduran politik yang besar di Cina.