TEMPO.CO, Manila – Chief Executive Officer Rappler, Maria Ressa, menanggapi penangkapan dirinya oleh Biro Investigasi Nasional di Manila, Filipina pada Rabu malam, 13 Februari 2019. Dia ditangkap atas tuduhan pencemaran nama baik terkait pemberitaan media itu pada 2012.
Baca: Rodrigo Duterte Larang Wartawan Rappler Meliput, Ini Pemicunya
Dalam pernyataan singkat kepada media, Ressa mengatakan dia belum melihat tuduhan resmi yang ditujukan kepadanya terkait penangkapan ini.
Seperti dilansir Aljazeera, Rabu, 13 Februari 2019, Ressa mengatakan,”Jika memungkinkan, saya akan mengajukan uang jaminan segera. Ini mengejutkan. Tapi kami akan melakukannya.”
Baca:
Terkait penangkapan aktivis media ini, Uni Nasional Jurnalis Filipina mengecam tindakan itu sebagai persekusi memalukan oleh pemerintahan yang suka melakukan perisakan.
“Pemerintahan ini, yang dipimpin oleh seorang pria yang telah terbukti menolak kritik dan perbedaan pendapat, sekarang membuktikan bahwa dia akan berusaha keras untuk secara diam-diam membungkam media kritis dan menghambat kebebasan berekspresi dan berpikir.”
Baca: Jurnalis Rappler Liputan di Luar Malacanang, Duterte juga Larang?
Pada pekan lalu, jaksa penuntut Filipina mengumumkan akan mengajukan dakwaan dengan potensi hukuman maksimal 12 tahun penjara terhadap Ressa terkait pencemaran nama baik. Ressa merupakan salah satu tokoh yang masuk dalam daftar Time Magazine Person of the Year 2018 untuk kerja jurnalistik yang dilakukannya.
Kasus ini, yang terkait pelanggaran undang-undang kejahatan siber kontroversial untuk menghukum pencemaran nama baik secara online – menambah beban bagi Ressa dan perusahaannya. Saat ini, Rappler juga terkena kasus penghindaran pajak, yang bisa membuat perusahaan tutup dan Ressa mendekam di penjara.
Baca:
Rappler dikenal dengan liputannya mengenai kebijakan perang narkoba Duterte, yang telah menewaskan ribuan terduga pengguna dan bandar sejak 2016. Sebagian korban dari perang narkoba ini adalah pejabat di daerah.
Namun, kasus yang dihadapi Ressa dan seorang bekas jurnalis Rappler, Reynaldo Santos Jr, muncul dari laporan 2012 mengenai dugaan hubungan seorang pebisnis dengan seorang hakim di pengadilan tinggi Filipina. Dan hukum kejahatan siber justru disahkan setelah pemberitaan itu dipublikasikan.