TEMPO.CO, Jakarta - CEO Rappler, Maria Ressa ditangkap aparat Biro Investigasi Nasional di kantornya di Manila, Filipina hari Rabu malam, 13 Februari 2019 atas tuduhan pencemaran nama baik.
Ressa dijerat pasal pencemaran nama baik atas pemberitaan yang ditayangkan pada Mei 2012 atau 4 bulan sebelum undang-undang pencemaran melalui media online diberlakukan, seperti dikutip dari Rappler.
Baca: Rodrigo Duterte Larang Wartawan Rappler Meliput, Ini Pemicunya
Aparat Biro Investigasi Nasional dengan berpakaian sipil tiba di kantor Rappler jam 5 sore waktu setempat untuk menangkap Ressa.
Hakim di Pengadilan Regional Manila , Rainelda Estacio-Montesa menandatangani surat penangkapan Ressa dan mantan periset Rappler, Reynaldo Santos Jr sehari sebelum penangkapan.
LOOK: The warrant of arrest against Rappler CEO Maria Ressa. The arrest warrant was issued Tuesday, February 12 by Regional Trial Court Branch 46 in Manila by Presiding Judge Rainelda Estacio-Montesa. @rapplerdotcom pic.twitter.com/ZjVbDVxj40
— Sofia Tomacruz (@sofiatomacruz) February 13, 2019
Kasus ini berawal dari pernyataan keberatan atas pemberitaan Rappler pada Mei 2012 oleh pengusaha yang diberitakan sebagai pemilik perusahaan SUV, Wilfredo D.Kengwas.
Keberatan pengusaha ini terkait dengan tuduhan dirinya sebagai jaringan narkoba dan perdagangan manusia yang didasarkan pada laporan intelijen.
Baca: Jurnalis Rappler Liputan di Luar Malacanang, Duterte juga Larang?
CNN melaporkan, Ressa yang menerima penghargaan 2018 Time Person of the Year, telah beberapa kali dituntut pasal pencemaran nama baik dan kejahatan pajak. Berbagai tuntutan ini disebut memiliki motif politik dengan maksud untuk membungkam media independen di Filipina. Rappler memberitakan berulang kali tentang operasi perang melawan narkoba oleh Presiden Rodrigo Duterte. Sehingga jurnalis Rappler menjadi target para pendukung Duterte.