TEMPO.CO, Seoul – Istana kepresidenan Korea Selatan Gedung Biru menanggapi pernyataan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, bahwa Seoul telah setuju membayar US$500 juta atau sekitar Rp7 triliun dana tambahan agar pasukan AS tetap berada di Semenanjung Korea.
Baca:
Juru bicara Gedung Biru, Kim Eui-kyeom, mengatakan soal pernyataan Trump di atas bahwa,”Angka itu sebaiknya tidak dianggap sebagai sebuah fait accompli (keharusan).”
Seperti dilansir Reuters pada Rabu, 13 Februari 2019, Kim melanjutkan,”Kedua pihak akan mempertimbangkan bahwa kenaikan biaya apakah diperlukan dan juga kemungkinan kedua pihak sepakat mempertahankan jumlah pasukan saat ini.”
Kedua pihak telah berupaya untuk mencari terobosan soal ini meskipun telah melakukan sepuluh kali pembicaraan sejak Maret 2018. Pada saat yang sama, Trump berulang kali mendesak Korea Selatan menaikkan kontribusi dana.
Baca:
Dalam proses negosiasi, menurut pejabat Korea Selatan, Washington mendesak Korea Selatan membayar lebih dari 50 persen dana kebutuhan 2018. Kesepakatan baru berindikasi ada kenaikan kontribusi delapan 8 persen.
Menurut kesepakatan pejabat AS dan Korea Selatan, Seoul akan menambah kontribusi dana 1.04 triliun won atau sekitar US$927 juta atau sekitar Rp13 triliun. Ini berarti kenaikannya hanya US$70 juta atau sekitar Rp1 triliun.
Menurut kesepakatan sebelumnya, yang berakhir pada Desember 2018, Korea Selatan berkontribusi dana operasional sekitar US$857 juta atau sekitar Rp12 triliun pada 2018.
Baca:
Dalam pernyataan kepada media baru-baru ini, Trump mengatakan,”Mereka membayar sekitar US$500 juta untuk pengamanan senilai US$5 miliar. Dan kita harus melakukan lebih baik dari itu. Jadi mereka telah sepakat membayar US$500 juta lebih banyak.”
Baca:
Saat ini, seperti dilansir CNN, Trump dan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong Un, bakal menggelar pertemuan puncak kedua di Hanoi, Vietnam, pada 27 dan 28 Februari. Persiapan untuk pertemuan ini telah berlangsung beberapa kali dan Trump mengaku puas. Lewat cuitan di Twitter, Trump mengatakan Korea Utara bakal menjadi negara dengan ekonomi roket karena kepemimpinan Kim Jong Un.