TEMPO.CO, Jakarta - Peraih Nobel bidang perdamaian dan mantan Presiden Kosta Rika, Oscar Arias, menghadapi tuduhan telah melakukan kekerasan dan pelecehan seksual. Setidaknya sudah lima perempuan yang mengadu telah menjadi korban kekerasan seksual Arias.
Laporan para korban tersebut mengancam reputasi Arias yang selama dua periode pernah menjabat sebagai orang nomor satu di Kosta Rika. Arias juga negarawan yang paling dihormati dan memenangkan Nobel Perdamaian pada 1987 atas perannya melakukan negosiasi mengakhiri perang sipil di kawasan Amerika Latin.
Baca: Kasus Agni UGM, Pengacara Sebut Kata Damai Melemahkan Penyintas
Dikutip dari reuters.com, Jumat, 8 Februari 2019, aktivis anti-nuklir Alexandra Arce merupakan perempuan pertama yang membuka ke publik kasus ini. Dia pernah mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh Arias. Tindakan Arce dengan cepat menjadi gerakan #MeToo di Amerika Latin. Gerakan ini fokus pada upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Melalui pengacara, Arias menyangkal tuduhan itu dan menolak memberikan keterangan lebih lanjut.
Langkah yang dilakukan Arce telah menginspirasi mereka yang pernah mengalami kekerasan seksual oleh Arias, salah satunya Emma Daly, Direktur Komunikasi Human Rights Watch. Daly menceritakan saat sedang bekerja sebagai wartawan di Amerika Tengah pada 1990, Arias mendekatinya dan sekelompok reporter di lobi hotel di Managua, ibu kota Nicaragua.
Baca: KPAI: Guru Jadi Pelaku Kekerasan Seksual Terbanyak di Sekolah
“Saya mengajukan sebuah pertanyaan padanya. Dia lalu melihat saya dan bukannya menjawab pertanyaan saya, dia meraih tangan saya dan menyentuh bagian dada saya, lalu ke area kedua payudara. Dia lalu mengatakan ‘kamu tak pakai BH’ dan pergi meninggalkannya. Saya sangat kaget ketika itu,” kata Daly, Kamis, 7 Februari 2019.
Daly diketahui pernah pula menjadi wartawan paruh waktu di Reuters dan Tico Times, sebuah surat kabar asal Kosta Rica.
Korban lainnya yang buka suara adalah Eleonora Antillon, yang pernah bekerja sebagai ajudan Arias saat dia berkampanye untuk pemilu presiden 1986. Antillon mengatakan Arias telah memegang tangannya dan menyentuhkan ke alat vitalnya, mendorongnya ke lemari dan menciumnya. Antillon memberontak atas upaya pelecehan seksual yang dialaminya.
“Ketika saya melihat bagaimana pengacara Arias dan sejumlah perempuan meragukan Arce, saya memutuskan untuk mendukungnya. Saya percaya pada Arce karena dia melakukan hal yang sama pada saya beberapa tahun lalu,” kata Antillon.
Korban lain adalah Marta Araya Marroni, yang bekerja di bidang penerbitan. Dia mengatakan Arias meraba kakinya dalam sebuah pertemuan di kediamannya pada 2012 dan memberikan penawaran padanya melalui pesan singkat.
Perempuan lain yang buka suara adalah Monica Morales, wartawan Majalah Perfil dari Kosta Rika. Dalam tulisannya yang dipublikasi, ketika sedang melakukan sebuah wawancara pada akhir 2013, Arias meminta Morales agar mau dipangkunya.