TEMPO.CO, Jakarta - Embargo ekonomi yang dijatuhkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump kepada Iran adalah sebuah hal yang harus dibahas dari aspek hukum internasional.
Duta Besar Iran untuk Indonesia Valiollah Mohammadi mengatakan kesepakatan nuklir 2015 yang dibuat antara Iran, negara-negara kekuatan dunia dan Amerika Serikat di era pemerintahan Presiden Barack Obama, telah menyepakati embargo ekonomi terhadap Iran dicabut dan negara di dunia diperbolehkan bekerja sama dengan Iran, namun kenyataan yang terjadi sekarang berubah 180 derajat.
“Pencabutan kesepakatan ini sebuah ironis dan ke depannya harus dibahas dari aspek hukum internasional,” kata Mohammadi, Selasa, 5 Februari 2019 di kantor Kedutaan Besar Iran di Jakarta.
Baca: Iran Pamer Rudal Jelajah Buatan Sendiri
Duta Besar Iran untuk Indonesia Valiollah Mohammadi. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Baca: Satelit Buatan Iran Siap Diluncurkan
Menurut Mohammadi, penahanan yang dialami Direktur Keuangan Huawei, Meng Wanzhou, atas dugaan telah melakukan transaksi bisnis dengan Iran, bukan hal pertama yang dialami pelaku bisnis. Sebelumnya, ada bank di Inggris yang dikenai denda ratusan juta dollar karena melakukan transaksi dengan Iran.
Iran sejak kemenangan Revolusi 1979, sudah dijatuhi sanksi oleh Amerika Serikat. Ketika itu, Mohammadi mengenang tidak ada negara yang membantu Iran. Namun embargo yang dialami Iran sekarang ini bisa dibilang yang terberat. Sanksi ini bukan hanya bertentangan dengan resolusi Dewan Keamanan PBB, tetapi juga bertentangan dengan pengadilan internasional, bahkan Eropa tidak mendukungnya dan membuat sistem keuangan baru untuk membantu Iran.
Mohammadi meyakinkan, Iran bertahan di tengah gempuran sanksi ekonomi Amerika Serikat, bahkan bisa mencetak kemajuan karena tiga hal.
Pertama, Iran mendapat dukungan penuh dari masyarakatnya. Saat Iran dikenai embargo, kehidupan masyarakat Iran tidak terlihat tertekan.
Kedua, Iran tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara lain di dunia. Walhasil, potensi yang ada di Iran membuat negara lain mempertahankan kerja sama dengan Iran.
“Ada sekitar 15 negara yang berbatasan langsung dengan Iran dan mereka memiliki hubungan yang baik dengan kami. Upaya ini diantaranya membantu kami menghadapi masa-masa sulit,” kata Duta Besar Mohammadi.
Ketiga, Iran meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri. Iran sekarang 90 persen sudah memproduksi obat-obatan sendiri dan suku cadang kendaraan sendiri. Iran bahkan pada awal 2019 sudah bisa membuat satelit sendiri. Di bidang industri pertahanan, Iran pun membangun sendiri kapal.
Dia menekankan, sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat kepada Iran bersifat sepihak. Sebab suatu negara memaksakan kehendak pada negara lain dan sanksi ini melawan HAM yang pada akhirnya membuat kehidupan masyarakat menjadi sulit.
Sanksi Amerika Serikat dampaknya berpengaruh ke kehidupan masyarakat secara luas dan ini sama dengan menciderai banyak orang. Contohnya, ketika Iran tak diperbolehkan membeli suku cadang pesawat sipil atau membeli pesawat baru, maka masyarakat yang menjadi penumpang pesawat yang akan menjadi korban. Contoh lain saat Iran tak diperbolehkan membeli obat-obatan dari luar, kondisi ini membuat akses masyarakat Iran pada obat-obatan menjadi terbatas.
Mohammadi menceritakan salah satu menteri luar negeri Iran pernah mengatakan saat Iran hendak diserang - Iran tak memiliki rudal perlindungan dan tak ada negara yang mau menjual rudalnya ke Iran karena embargo. Sejak saat itu, Teheran bertekad membuat sendiri rudal untuk perlindungan. Logika dan akal sehat, telah mendorong Iran untuk membuat sendiri segala barang kebutuhan.