TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia naik 2 persen lebih setelah AS menjatuhkan sanksi atas perusahaan minyak negara Venezuela PDVSA pada Selasa kemarin.
Sanksi AS yang ingin mempengaruhi rezim Nicolas Maduro, menimbulkan kecemasan pasokan minyak dunia akan terganggu.
Baca: Menlu Venezuela Tuding Amerika Pimpin Kudeta Terhadap Maduro
Tercatat pada Selasa 29 Januari minyak mentah Brent naik US$ 1,42 (Rp 20.003) menjadi US$ 61,35 (Rp 864.076) per barel atau 2,4 persen. Sementara minyak mentah West Texas naik US$ 1,37 (Rp 19.295) menjadi US$ 53,36 (Rp 751.542) per barel atau 2,6 persen, seperti dilaporkan dari Reuters, 30 Januari 2019.
Pengamat dari Price Future Group yang bermarkas di Chicago, Phil Flynn, mengatakan kenaikan jelas dipengaruhi situasi di Venezuela, namun menampik kecemasan pasar bukan karena hilangnya seluruh suplai, tetapi lebih kepada hilangnya pasokan lain.
Venezuela adalah penghasil minyak mentah terbesar di dunia dan AS sendiri adalah pelanggan terbesar dengan mengimpor setengah volume ekspor, diikuti Cina dan India.
Gedung perusahaan minyak negara Venezuela, PDVSA di Caracas, Venezuela, 28 Januari 2019. [REUTERS]
Sanksi AS melarang perusahaan AS untuk membeli minyak dari Venezuela yang membuat PDVSA tidak akan mengapalkan minyaknya ke AS.
Menurut data pengiriman logistik dan perdagangan via kapal, Refinitiv, ekspor minyak Venezuela sudah jatuh dari 1,6 juta barel per hari pada 2017, menjadi 1 juta barel per hari pada 2018.
Baca: Paus Fransiskus Khawatirkan Pertumpahan Darah di Venezuela
Peermintaan pasokan minyak dunia masih tinggi karena permintaan 2 juta barel per hari di AS tahun lalu, kini menjadi 11,9 juta barel per hari.
Petromatrix memperkirakan ekspor Venezuela akan turun hingga 500 ribu barel per hari akibat sanksi AS. Belum lagi Venezuela adalah anggota OPEC yang bisa memotong pasokan minyak dunia untuk menyokong harga minyak dunia.