TEMPO.CO, Jakarta - Referendum yang dilakukan masyarakat di Filipina Selatan telah menghasilkan sebuah keputusan bahwa masyarakat menginginkan sebuah otonomi yang lebih besar. Referendum yang digelar pada Senin, 21 Januari 2019, diharapkan bisa mendorong terciptanya perdamaian di Filipina selatan, sebuah wilayah paling rawan konflik.
Komisi pemilu pada Jumat malam, 25 Januari 2019, mengumumkan hasil referendum sebanyak 85 persen suara menyatakan dukungan terhadap rencana pembentukan pemerintahan otonomi di Mindanao, Filipina selatan.
Baca: Angkasa Pura II Ikuti Tender Proyek Bandara Filipina
Referendum pada Senin itu, diikuti oleh sekitar 1,74 juta pemilih dan hasil yang diumumkan komite pemilihan tidak mengejutkan. Lewat referendum ini, nantinya wilayah Mindanao atau yang disebut Bangsamoro mendapat kekuasaan otonomi daerah yang lebih besar dan kucuran dana investasi untuk pembangunan infrastruktur seperti sekolah, fasilitas kesehatan dan kemakmuran 5 juta jiwa penduduk yang tinggal di wilayah itu.
Baca: Tangan Besi Duterte Hadapi Oposisi dan Kritik di Filipina
Referendum pada Senin lalu adalah titik kulminasi sebuah proses perdamaian antara kelompok separatis dan pemerintah Filipina untuk mengakhiri konflik perebutan wilayah yang telah berlangsung selama puluhan tahun dan menghambat pertumbuhan wilayah Mindanao sehingga menjadi salah satu wilayah termiskin di Asia.
Dikutip dari reuters.com, Sabtu, 26 Januari 2019, ketidakstabilan, tingginya angka pengangguran dan anak-anak muda putus sekolah telah membuat kawasan Mindanao di Filipina selatan rawan perekrutan untuk menjadi militan garis keras.
Wakil Presiden Filipina Leni Robredo mengatakan penting bagi pemerintah pusat untuk membantu Bangsamoro membangun perekonomian dan pemerintah daerah yang bertanggung jawab. Dia pun mengimbau seluruh pihak agar mendukung proses ini karena ini bukan jalan akhir dalam memerangi ekstrimisme bagi terwujudnya perdamaian.