TEMPO.CO, Jakarta - Mantan duta besar Korea Utara untuk Inggris yang juga membelot mengatakan Dubes Korut Jo Song-gil berasal dari keluarga diplomatik terpandang dan dipastikan memiliki informasi penting lingkaran dalam rezim Kim Jong Un.
Thae Yong-ho, yang membelot dari kedutaan Korea Utara di London pada tahun 2016, mengatakan ayah Jo Song-gil telah meninggal, sementara ayah mertuanya, Ri To Sop, menjabat sebagai duta besar untuk Thailand pada 1990-an dan pernah menangani protokol diplomatik untuk keluarga Kim yang berkuasa di kementerian luar negeri, menurut laporan The Telegraph, 5 Januari 2019.
Baca: Duta Besar Korea Utara di Italia Membelot
"Saya bekerja dengan Jo di departemen yang sama di kementerian luar negeri Pyongyang cukup lama, tetapi tidak pernah membayangkan bahwa ia akan mencari suaka," kata Mr Thae kepada saluran Seoul A. "Berita itu mengejutkan saya.
"Saya juga bekerja selama bertahun-tahun dengan ayah mertuanya, seorang diplomat veteran terkenal di Pyongyang yang juga menjabat sebagai konsul jenderal di Hong Kong pada 2000-an," jelas Thae.
Thae Yong Ho. newsweek.com
Istri Jo lulus dari sekolah kedokteran bergengsi Pyongyang, dengan kedua keluarga menikmati kehidupan istimewa sebagai anggota elit kaya dan bergengsi Korea Utara, kata Thae. Pasangan itu dulu tinggal di apartemen terbaik di Pyongyang.
Terakhir kali Thae melihat Jo, sebelum dia ditempatkan di Inggris pada tahun 2013, dia memiliki satu anak dan membawa anak itu bersamanya ketika dia dikirim ke Italia.
Fakta bahwa ia dapat membawa keluarganya ke Roma bersamanya adalah indikasi lain bahwa Jo termasuk di antara elit terpercaya di Pyongyang.
Baca: Duta Besar Korea Utara yang Membelot Diimbau Berlindung ke Seoul
Korea Utara memaksa para diplomat yang ditempatkan di luar negeri untuk meninggalkan anak-anak di tanah air setelah Kim berkuasa pada akhir 2011.
Thae, mantan wakil duta besar untuk Inggris, mengatakan dalam memoarnya di tahun 2018 bahwa itulah alasan utama di balik pembelotannya, menyebutnya sebagai skema "penyanderaan".
"Kim akan sangat marah pada ini (pembelotan terbaru), terutama karena ini muncul di saat ia menikmati perhatian internasional karena keberhasilan diplomatiknya baru-baru ini", kata Ra Jong-yil, mantan kepala intelijen Korea Selatan yang ditugasi memantau Korea Utara. "Dia kehilangan muka dan, bagi kerabat Tuan Jo yang masih di Korea Utara, itu akan buruk".
Kim Jong Un selama pidato tahun baru.[REUTERS]
Keluarga yang membelot biasanya dikirim ke kamp kerja untuk periode waktu yang berbeda, katanya, sesuai senioritas pembelot, pengetahuannya tentang cara kerja dalam rezim dan rasa malu yang disebabkannya hampir pasti akan menuntut hukuman yang lebih berat.
Dikutip dari laporan South China Morning Post, Jo belum menghubungi agen mata-mata Seoul sejak dia bersembunyi, kata anggota parlemen Korea Selatan yang diberi pengarahan oleh otoritas intelijen, yang menyarankan dia mencari suaka di negara ketiga di Barat.
Baca: Duta Besar Korea Utara Menghilang Setelah Ajukan Suaka Politik
Toshimitsu Shigemura, seorang profesor spesialisasi studi Korea Utara di Universitas Waseda di Tokyo, mengatakan bahwa para pengamat di AS akan sangat tertarik dengan perubahan orang dalam yang dilakukan Kim saat ia terus mengganti orang yang ditunjuk untuk bidang politik dan militer.
"Mereka juga ingin tahu tentang situasi dengan militer karena jelas bahwa masih ada ketidakstabilan yang signifikan di Pyongyang," tambahnya.
"Kim Jong Un hampir tidak menyebutkan angkatan bersenjata dalam pidato Tahun Baru dan pidato ayahnya. Jadi ada banyak ketidakpuasan di antara para perwira tinggi militer Korea Utara," tutur Shigemura.