9. Perang dagang Amerika Serikat dan Cina.
Perang dagang terjadi sejak Juli 2018 walaupun ketegangan mulai terasa sejak kwartal kedua. Ini dipicu komplain Presiden Trump atas defisit negara perdagangan yang diderita AS terhadap Cina. Jumlah defisit mencapai sekitar US$375 miliar – US$ 500 miliar atau sekitar Rp5.500 -- Rp7.300 triliun per tahun tergantung formulasi hitungan.
AS juga mengeluhkan pencurian kekayaan intelektual dan pemaksaan transfer teknologi oleh Cina.
Kedua negara lalu menaikkan tarif impor dari masing-masing sekitar 10 – 25 persen tergantung jenis barang. Ini meliputi barang logam olahan, elektronik hingga produk pertanian.
Reuters melansir AS telah mengenakan kenaikan tarif ini untuk sekitar US$250 miliar atau sekitar Rp3.600 triliun barang impor dari Cina. Sebaliknya, Cina mengenakan kenaikan tarif untuk impor barang AS senilai US$110 miliar atau sekitar Rp1.600 triliun.
Pada pertemuan KTT Group 20 di Buenos Aires, Argentina, pada 1 Desember, kedua negara bersepakat menghentikan sementara selama 90 hari kenaikan tarif ini sambil berunding.
10. Krisis Imigran di Eropa.
Wajah hangat Eropa menyambut para imigran korban perang dan konflik bersenjata di Timur Tengah dan Afrika pada tahun 2015 berubah menjadi sangar pada tahun 2018 sekalipun jumlah imigran sudah menurun dibanding tiga tahun sebelumnya. Mayoritas negara Eropa menutup perbatasannya bagi kedatangan imigran. Kapal-kapal pengangkut imigran diusir dan menguatnya dukungan politikus terhadap kelompok anti-imigran.
Imigran Suriah menyeberangi bawah pagar kawat berduri saat mereka memasuki wilayah Hongaria di perbatasan dengan Serbia, dekat Roszke, 27 Agustus 2015. Reuters dan The New York Times berbagi penghargaan Pulitzer dalam liputan krisis imigran tersebut. REUTERS/Bernadett Szabo
Bahkan Hungaria memagari perbatasannya dengan kawat berduri dan meloloskan undang-undang yang menolak Hungaria dijadikan transit bagi imigran maupun bagi pencari suaka. Negara ini juga menghentikan pendistribusian makanan bagi pencari suaka di perbatasan Serbia.
Krisis imigran telah membangkitkan kelompok sayap kanan yang berhaluan keras dengan nasionalisme, xenophobia dan ditambah dengan kekhawatiran mereka bahwa imigran akan merampas pekerjaan mereka dan menambah beban negara mengatasi pengangguran.
Pelipur lara bagi imigran datang dari Jerman dan Spanyol yang masih membuka pintu bagi mereka untuk tinggal sementara karena negaranya diamuk perang dan konflik bersenjata. Jika penolakan terhadap imigran menguat di Jerman, sebaliknya di Spanyol para imigran diterima secara terbuka dan mendapat dukungan dari pemerintah yang berasal dari kelompok sayap kiri. Meski, cerita pahit imigran di Spanyol juga ada, namun setidaknya mereka tidak menghadapi kuatnya penolakan dari kaum xenophia dan anti-imigran.